Mentari di atas kota Tarakan, Kalimantan Timur, bersinar terik. Sebuah speedboat melaju cepat ke arah barat laut menyusuri Sungai Sesayap. Di sungai selebar 1-2 km itu badan perahu sesekali dihantam ombak. Tiga jam berselang speedboat menepi. Dua penumpang, Sobir PhD dan
Rahmat Suhartanto-keduanya peneliti dari Pusat Kajian Buah Tropika-melangkah ke daratan. Sekitar 50 m dari tepian, sebatang pohon manggis setinggi 30 m menyambut. Itulah sekelumit kisah pencarian manggis tanpa biji di perbatasan Indonesia-Malaysia.
Pohon manggis berumur 40 tahun itu memang istimewa. Buah tak berbiji. Itulah salah satu manggis tanpa biji yang pernah ditemukan. Sifat itu jelas disukai penggemar buah. Bagian buah yang dikonsumsi lebih banyak. Tak perlu repot-repot lagi membuang biji, kata Sobir.
Meski disebut tanpa biji, terkadang manggis itu masih memiliki 1 biji dalam 1 buah. Soal rasa, Garcinia mangostana asal Malinau, Kalimantan Timur, itu tak kalah dengan manggis kaligesing dan wanayasa. Manis, sedikit asam, dan menyegarkan. Kaligesing dan wanayasa ialah 2 manggis yang telah dilepas sebagai varietas unggul.
Buah berukuran standar, bobot 80-150 g per buah. Bentuk buah agak lonjong, mirip manggis rejang lebong yang bentuknya seperti gentong. Namun, sosok manggis malinau sedikit melengkung sehingga membentuk lekukan di satu sisi. Satu buah terdiri dari 5-7 septa tergantung ukuran. Kulit buah tergolong tebal, 0,5-1 cm.
Dua pohon
Manggis tanpa biji berbuah pada November-Januari. Dari pohon berumur 40 tahun dihasilkan 1 kuintal setiap tahun. Berdasarkan pengamatan, sejauh ini belum pernah ditemukan buah terkena getah kuning. Sekitar 20 m dari lokasi itu tumbuh pohon manggis lebih muda, berumur 25 tahun. Tingginya baru 15 m. Diduga itu turunan dari pohon manggis tanpa biji yang pertama. Buahnya pun tanpa biji.
Konon, dahulu kala di kawasan itu tumbuh pohon manggis tanpa biji berumur ratusan tahun. Ada keterangan yang menyebutkan tinggi pohon mencapai 30 m. Sayang, tanpa sebab yang jelas pohon itu mati. Besar kemungkinan, 2 pohon yang kini ditemukan keturunan pohon tua itu.
Menurut Sobir PhD, kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Bogor, hutan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, itu salah satu pusat keragaman manggis. Banyak sekali keluarga Garcinia ditemukan di sana. Dari manggis hutan hingga yang dikenal di pasaran, ujarnya. Meski demikian, kawasan itu bukan pusat produksi. Di daerah yang berbatasan dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia, itu manggis tidak dianggap sebagai buah komersial.
Bawaan genetik
Menurut Drs M Jawal Anwarudin Syah MS, pakar manggis dari Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu), Solok, manggis tanpa biji disebabkan 2 kemungkinan: lingkungan dan bawaan genetik. Misal, buah manggis dalam 1 pohon sangat banyak sehingga ukuran mengecil. Konsekuensinya septa ikut kecil sehingga pertumbuhan biji terhambat. Pada kasus itu manggis tanpa biji bukan hal istimewa.
Bila kasus tanpa biji itu disebabkan bawaan genetik, maka penemuan itu luar biasa. Itu langka. Tentu lebih enak dikonsumsi karena bisa langsung ditelan, katanya. Ia enduga manggis tanpa biji yang ditemukan Sobir itu salah satu varian dari manggis yang dikenal saat ini. Toh, Jawal tak berani berspekulasi apakah variasi itu bernilai komersial di kemudian hari.
Penelusuran Trubus, manggis tanpa biji pernah ditemukan di Malaysia. Rakyat negeri jiran menyebutnya masta atau sepa. Bahkan Institut Penyelidikan dan Kemajuan Pertanian Malaysia (MARDI) berhasil menemukan beberapa kultivar unggul manggis tanpa biji (baca Manggis Tanpa Biji, Trubus April 1994).
Di daerah Yan, Kedah, ditemukan manggis tanpa biji dengan bobot rata-rata 80 g. Di Perak ditemukan manggis tanpa biji berbobot 60 g. Namun, manggis tanpa biji yang ditemukan di Malinau berbeda dengan yang berada di Malaysia. Dari sosok buah jelas berbeda. Bagian yang dapat dikonsumsi dari manggis tanpa biji asal Indonesia lebih banyak. Ukurannya lebih besar, ujar Sobir. Ukuran daun pun lebih besar
Masih diteliti
Fenomena ditemukannya manggis tanpa biji masih menyisakan misteri. Pasalnya, selama ini manggis yang berbiji dikenal bersifat apomiksis. Artinya, pohon dapat menghasilkan buah tanpa melalui perkawinan bunga jantan dan betina.
Menurut Jawal biji yang terbentuk berasal dari induksi zat-zat endogen dalam tumbuhan. Karena tanpa perkawinan itulah biji manggis bersifat vegetatif sehingga mempunyai sifat yang serupa dengan induknya.
Pada kasus manggis tanpa biji, sifat apomiksis itu tak sempurna karena biji kosong, kecil atau tak terbentuk. Ada kemungkinan proses pembentukan biji terhambat, ujar Sobir. Bila benar demikian, maka manggis tanpa biji sifatnya lebih mendekati partenokarpi. Baik apomiksis dan partenokarpi memang diartikan sebagai sifat pohon yang dapat menghasilkan buah tanpa melalui perkawinan bunga jantan pada bunga betina. Yang membedakan, pada apomiksis menghasilkan biji. Sementara partenokarpi tidak menghasilkan biji.
Terlepas dari misteri itu, kemunculan manggis tanpa biji membuka ladang baru penelitian. Kultivar itu sangat potensial dikembangkan atau disilangkan dengan kultivar lain untuk menghasilkan jenis yang lebih unggul. Maka, pencarian manggis tanpa biji ke Malinau, Kalimantan Timur, adalah sebuah awal
Oleh: Trubus