WILUJENG SUMPING DI SITUS SATORI Poenya

10.23.2008

Dewandaru, Lebih Atraktif Tangkal Radikal Bebas

Dewandaru atau yang bisa kita kenal dengan sebutan blimbing atau ciremai londo, ternyata mempunyai khasiat untuk mencegah kerusakan oksidatif, akibat radikal bebas yang tidak dapat diatasi oleh antioksidan endogen dalam tubuh.

Banyaknya polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor dan industri, serta konsumsi makanan cepat saji dapat memacu terjadinya radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan atom atau senyawa elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga memiliki sifat tidak stabil dan cenderung dekstruktif.
Tidak adanya pasangan elektron inilah yang menyebabkan elektron bebas ini sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. "Akibat banyaknya radikal bebas di dalam tubuh, maka akan mempengaruhi kemunduran atau kemerosotan fungsi organ tubuh," lanjut Dita.

Terjadi juga kerusakan sel atau jaringan hidup, DNA pada inti sel, serta muncul artheroschlerosis (pengerasan dan penyempitan pembuluh darah). "Yang menyebakan penyakit jantung koroner, kerusakan lensa mata, dan proses penuaan yang terlalu cepat," beber Dita.

Di dalam tubuh manusia, kerusakan akibat radikal bebas sebenarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen. Namun bila jumlah radikal bebas berlebihan, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar untuk menetralkan radikal yang terbentuk.
Ada banyak cara menangkal berlebihnya radikal bebas, entah dengan menghindari paparan polusi, menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi berlebihnya konsumsi lemak jenuh, olahraga dengan takaran tepat, dan menghindari konsumsi makanan berpengawet, pewarna.

Mengonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung vitamin A, C, dan E juga membantu menangkal radikal bebas seperti sayur dan buah. Dewandaru, dalam hal ini juga merupakan bahan makanan yang patut kita lirik dan manfaatkan.
"Dewandaru mempunyai antioksidan yang lebih atraktif dibanding dengan buah ataupun sayuran lainnya. Karena berdasarkan penelitian, tumbuhan tersebut mengandung sebagian besar flavonoid antioksigen dengan aktivitas lebih besar dari tokoferol (vitamin E), yang berperan pada efek anti oksidan yang dihasilkan," ujar pemenang pertama lomba karya tulis Djarum, Dita Resya saat dihubungi kompas.com, Sabtu (18/10).

Tanaman dewandaru memiliki kandungan polifenol maupun komponen flavonoid yang cukup tinggi. Dari penelitian yang dilakukan Dita, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, ekstrak metanol buah dewandaru mengandung cynadin-3-O-&-glucopyranoside dan delphinidin -3-O-&-glucopyranoside, suatu antosian-antioksidan.
"Sedangkan pada ekstrak daunnya mengandung myricetin, myricitrin, gallocatechin, quercetin, dan quercitrin yang merupakan flavonoid antioksidan," kata perempuan kelahiran Manokwari, Papua.

Kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Waspadai Musim Pancaroba

Badan Meteorologi dan Geofisika memperingatkan warga agar lebih berhati-hati saat berada di luar ruangan. Terkait peralihan musim kemarau ke musim hujan atau masa pancaroba, di wilayah Pulau Jawa, termasuk Jakarta, akan sering terjadi hujan lebat lokal disertai angin kencang dan petir, serta suhu panas tinggi di siang hari.

Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Agroklimat BMG Soetamto mengatakan, saat masa peralihan ini, uap air di atmosfer belum banyak sehingga terjadi hujan sporadis bersifat lokal.
"Akibatnya, semua spektrum sinar matahari bisa langsung menembus permukaan bumi sehingga suhu udara meningkat 32-33 derajat Celsius. Di beberapa kawasan suhu bisa mencapai hingga 35º Celsius," kata Soetamto

Kondisi cuaca bersuhu panas tetapi terkadang diselingi hujan lebat berangin ini diperkirakan terus berlangsung selama sepekan ke depan.
Menurut Soetamto, pada pagi hingga siang hari, suhu tinggi bakal menyelimuti Jakarta. Namun, pada sore hari, akan terjadi gumpalan awan-awan. Pada bulan November, diperkirakan cuaca bakal stabil, seiring masuknya musim hujan.

Tidak menentunya cuaca di Jakarta dan sekitarnya membuat Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang terus mewaspadai kemungkinan munculnya serangan penyakit seperti kolera pada 24 September lalu.
Pada kejadian luar biasa yang menyerang enam desa di Kecamatan Curug itu kolera menyerang 213 warga. Tidak ada korban jiwa dalam KLB itu, tetapi warga panik oleh kejadian yang baru pertama kali terjadi itu.

Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular Kabupaten Tangerang dr Yully Soenar Dewanti, Senin kemarin, menyatakan sudah meminta semua puskesmas untuk mengamati gejala kenaikan kasus penyakit dan segera melaporkannya kepadanya.
"Sampai hari ini masih aman, tetapi pada kondisi cuaca panas tinggi dan lembab karena hujan tiba-tiba turun kami mewaspadai munculnya penyakit tropis, terutama ISPA dan penyakit perut," kata Yully.

Mengingat di wilayahnya banyak ditemukan minuman dari bahan air mentah yang dijual bebas, Yully meminta staf puskesmas terus mengingatkan warga untuk tak mengonsumsi minuman tersebut.
"Ada mobil puskesmas berkeliling mengingatkan warga agar memasak air yang akan diminum. Warga juga diminta mencuci tangan dengan sabun sebelum makan," katanya.

Perhatian ekstra diberikan untuk wilayah di pantai utara Kabupaten Tangerang, seperti kecamatan Pakuhaji, Sepatan, Sepatan Timur, dan Mauk yang hampir tiap tahun dilanda wabah muntaber yang menyerang ratusan warga.

penghubung.banten.go.id

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Melamin dalam susu?

Bukan hanya di Cina, di Taiwan pun, seperti dilansir Reuters, 3 anak balita dan seorang wanita sudah jadi korban dan positif menderita batu-ginjal. Sedangkan satu bocah lagi, 2 tahun, sudah menunjukkan gejala penyakit ginjal. Lalu di Hong Kong, 5 anak dilaporkan juga memperlihatkan tanda-tanda penyakit ginjal. Semua sesudah minum susu buatan Cina.

Di Cina sendiri, tercatat 6.244 bayi positif menderita batu ginjal, 4 bayi lagi bahkan telah meninggal dunia. Sementara itu, 39.965 bayi tengah berada dalam tahap penyembuhan beragam. Ada yang masih dirawat di rumah sakit, ada yang berada dalam kondisi kritis, tapi ada juga yang sudah boleh pulang. Mirisnya lagi, pasien-pasien cilik ini sebagian besar (81,9%) berusia kurang dari 2 tahun. Berdasarkan data epidemiologi Departemen Kesehatan Cina, anak-anak ini sakit setelah mengonsumsi susu bubuk formula produksi Sanlu Co. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Shijiangzhuang Sanlu Co., adalah salah satu dari 22 pabrik di seluruh Cina, yang susu formula produksinya positif mengandung melamin.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium AQSIQ (Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine), Cina, kandungan melamin yang ditemukan dalam susu formula buatan ke-22 pabrik ini berkisar antara 0,09 mg/kg hingga 619 mg/kg susu. Tapi, melamin dalam susu formula produksi Sanlu Co. Mencapai 2.563 mg/kg! AQSIQ melaporkan, melamin juga positif ditemukan dalam susu cair yang diproduksi Mengniu Dairy Group Co., Yili Industrial Co. dan Bright Dairy yang berkantor pusat di Shanghai.

Ribut-ribut susu asal Cina mengandung melamin ini jelas mencemaskan seluruh dunia. Maklum, selama ini berbagai produk asal Cina – termasuk susu – mengalir deras ke berbagai negara. Sebagai produsen, Cina terkenal sebagai penghasil beragam produk yang harganya amat bersaing. Siapa nyana kalau untuk memperoleh predikat itu mereka kerap menghalalkan banyak cara. Setelah tersandung kasus mainan mengandung timbal, bahan baku pakan ternak peliharaan (pet food) terkontaminasi melamin, kini bahkan susu pun ikut digelontor melamin.

Mengoplos melamin ke dalam susu merupakan praktek pemalsuan susu. Produsen menambahkan air ke dalam susu mentah agar susu menjadi banyak. Setelah menjadi lebih encer, tentu saja konsentrasi protein larutan akan turun. Nah, agar kadar proteinnya tetap tinggi, ditambahkanlah melamin. Perusahaan-perusahaan pengguna bahan baku susu biasanya mengecek kadar protein susu dengan melakukan pengujian kadar nitrogen. Karena melamin adalah senyawa yang kaya akan nitrogen (66% melamin adalah nitrogen), penambahan melamin ke dalam susu mentah akan meningkatkan kadar nitrogennya, hingga seolah kadar proteinnya juga tinggi.

Menurut Food and Drugs Administration (Badan Makanan dan Obat) Amerika Serikat, asupan harian melamin yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake/TDI) tubuh adalah 0,63 mg/kg berat badan. Pada masyarakat Eropa, otoritas pengawas makanannya mengeset standar lebih tinggi lagi, yaitu 0,5 mg/kg berat badan. Jadi, dengan kadar melamin dalam susu yang ditemukan berkisar antara 0,09 mg/kg susu hingga 619 mg/kg susu, bila konsumsi per kg berat badan bayi sekitar 140 g per hari, itu artinya bayi akan menerima asupan melamin 0,013-86,7 mg/kg berat badan. Bahkan, kalau mengonsumsi susu yang terkontaminasi melamin hingga 2.563 mg/kg susu, berarti asupan melaminnya akan mencapai 358,8 mg/kg berat badan. Jauh melebihi batas toleransi!

Untuk itu, sekarang lebih berhati-hatilah bila mengonsumsi susu dan produk-produk terusannya yang juga berbahan baku susu, seperti es krim, permen, biskuit, yoghurt, dll. Sesuai anjuran Badan POM, sementara ini janganlah mengkonsumsi susu atau produk yang mengandung susu asal Cina yang sudah dilarang pendistribusiannya di dalam negeri. Apalagi bila produk itu tidak terdaftar atau ilegal alias tidak punya nomor registrasi ML (sejumlah produk beregistrasi ML pun ada yang dilarang dan ditarik dari peredaran). Lihat di http://depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3194.

Sebagai alternatif, disarankan membeli produk susu dalam negeri berkode MD. Sejauh ini, para produsen dalam negeri mengklaim produk-produknya aman dikonsumsi karena tidak menggunakan bahan baku susu dari Cina. Mereka menggunakan susu dalam negeri, atau kalaupun menggunakan susu impor, mereka mengimpor susu dari Australia dan Selandia Baru.

Jadi, tak usah panik, namun tetaplah berhati-hati dan teliti sebelum membeli. (VIN)


Bila menemukan susu atau produk yang mengandung susu asal Cina, segera layangkan pengaduan ke:
Unit LayananPengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM RI
Telp. (021) 4263333, (021) 321 99 000
sms ke No. Hp 081510303005
email ulpk@pom.go.id.
parenting.co.id

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Kenapa Cuaca Panas Sekali?

BANDUNG, RABU - Kondisi lingkungan dan cuaca di wilayah Bandung Raya semakin rusak. Dampak pembangunan tidak terkendali menimbulkan fenomena urban heat island lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Menurut Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Thomas Djamaluddin, di Bandung, Rabu (22/10), cuaca panas yang saat ini terjadi sebenarnya merupakan kejadian biasa. Bulan April dan Oktober, sama seperti tahun sebelumnya, merupakan puncak panas. Saat itu posisi matahari berada di selatan dengan arah tegak lurus. Selain itu, bulan April dan Oktober merupakan musim peralihan. Akibatnya, udara pun akan terasa lebih panas.

Akan tetapi, ada hal signifikan yang terjadi pada tahun ini, yaitu fenomena urban heat island. Fenomena ini adalah keadaan yang disebabkan pemanasan lokal dimana daratan sangat panas di titik tengah tertentu dan lebih dingin di daerah yang mengelilinginya. Di Bandung Raya, urban heat island meliputi Kota Bandung dan Cimahi sebagai titik tengah, dan wilayah Kabupaten Bandung dan Bandung Barat di sekelilingnya.

Pada awal tahun 1990-an, menurut Thomas, suhu di Kota Bandung, pada April dan Oktober hanya sekitar 24 derajat celcius. Namun, pada tahun 2008, suhunya meningkat menjadi 33-34 derajat celsius. Dalam kurun waktu itu, Bandung kehilangan sekitar 30.000 hektar daerah dengan suhu ideal sebesar 28 derajat celcius. Namun, menambah sekitar 15.000 hektar daerah bersuhu 31 derajat celcius.

Hal ini menurut Thomas tidak lain disebabkan hilangnya daerah hijau di Kota Bandung akibat perubahan tata guna lahan. Dari tahun 1994 2001, Bandung kehilangan sekitar 30.000 hektar hutan tapi menambah sekitar 15.000 hektar lahan industri dan sekitar 8.000 lahan pemukiman.

"Hingga kini, pepohonan masih ditebang tapi pembangunan gedung bertambah. Hal itu hanya akan mempercepat peningkatan urban heat island di Kota Bandung," katanya.
Kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Junk Food Sebabkan Sepertiga Serangan Jantung

Makanan yang banyak mengandung goreng-gorengan, cemilan bergaram, dan daging menyebabkan 35 persen serangan jantung di dunia. Demikian hasil penelitian sejumlah pakar di Kanada, Senin (20/10).

Studi di 52 negara memperlihatkan orang yang menyantap makanan terdiri atas daging, telur, dan junk food lebih mungkin untuk mengalami serangan jantung, sementara mereka yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran memiliki resiko yang lebih rendah.

Penelitian tersebut mendukung temuan sebelumnya yang memperlihatkan junk food dan lemak hewani dapat mengakibatkan sakit jantung dan terutama serangan jantung.

Dr Salim Yusuf di McMaster University di Ontario, Kanada, dan rekannya menanyai lebih dari 16.000 pasien, 5.700 di antara mereka baru saja mengalami serangan jantung pertama. Mereka mengambil contoh darah dan meminta setiap pasien mengisi formulir terperinci mengenai kebiasaan makan mereka antara Februari 1999 dan Maret 2003. Mereka membagi relawan menjadi tiga kelompok.

"Faktor pertama diberi nama Oriental karena banyak berisi tahu putih, kedelai, dan saus lain," tulis mereka di dalam laporan yang disiarkan di jurnal Circulation. "Faktor kedua diberi nama Barat karena banyak berisi makanan yang digoreng, cemilan bergaram, dan daging. Faktor makanan ketiga diberi judul Hati-hati karena banyak berisi buah dan sayur-mayur," katanya.

Orang yang makan lebih banyak buah dan sayuran memiliki resiko serangan jantung 30 persen lebih rendah dibandingkan dengan orang yang memakan sedikit buah atau bahkan tidak makan buah sama sekali.

Orang yang mengonsumsi makanan Barat memiliki resiko serangan jantung lebih dari 35 persen lebih besar dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi sedikit atau tidak mengonsumsi makanan yang digoreng atau daging.

Temuan tersebut penting karena belum jelas apakah makanan atau faksi lain yang menimbulkan resiko serangan jantung. Makanan yang kaya akan kandungan mungkin berhubungan dengan gaya hidup yang lebih kaya yang meliputi sedikit atau tanpa olahraga, misalnya.

Para peneliti itu menyatakan bahwa sakit jantung tak hanya menyerang orang kaya. "Rata-rata 80 persen sakit jantung dan saluran pernapasan di dunia terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah," tulis mereka.

Kompas.com


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Tanaman Rambat yang Berbunga Terus

JIKA Anda ingin menghias taman dengan tanaman merambat, biasanya pilihan jatuh pada tanaman sirih atau alamanda. Padahal masih ada lho tanaman rambat lainnya. Tidak hanya mempesona dengan hijaunya dedaunan, tetapi juga dengan warna bunganya yang memikat. Salah satunya adalah Petrea Volubilis.

Tanaman perdu asal Amerika Tengah ini mungkin jarang Anda dengar dan lihat. Padahal tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Di beberapa negara lain, tanaman merambat ini memiliki banyak sebutan. Antara lain, Queen's Wreath, Purple Wreath, Blue Bird Vine, Purple Vine, dan beberapa nama lainnya.

Salah satu yang membuat tanaman ini menarik adalah bunganya yang berwarna ungu cerah. Tidak hanya satu atau dua buah, bunga Petrea Volubilis dapat mekar di sepanjang batangnya. Uniknya lagi, sebelum tanaman ini gugur, terlebih dahulu terjadi perubahan warna. Warna ungu cerah perlahan memucat, kemudian berubah warna menjadi hijau, dan akhirnya gugur.

Masih banyak alasan yang menjadikan tanaman ini layak menjadi pilihan Anda. Selain dapat berbunga sepanjang tahun, perawatan tanaman ini pun tidak sulit. Anda cukup menyiramnya satu kali dalam satu hari. Jangan lupa meletakkannya di tempat yang mendapatkan sinar matahari penuh.

Ada beberapa pilihan cara menanam Petrea Volubilis ini. Anda bisa menanamnya dengan membiarkannya merambat, atau menanamnya di pot. Jika Anda ingin membuatnya merambat, Anda tinggal menanamnya di tempat yang bisa dijadikan tempat merambat. Anda bisa menanamnya di sekitar tiang atau tembok halaman, misalnya.

Tak ingin membuatnya merambat? Anda juga bisa menanamnya di pot. Jika Anda memilih cara yang kedua ini, dalam pertumbuhannya tanaman akan membentuk semak. Ketika bunganya bermunculan, tampilannya pun akan membuat taman Anda semakin menarik.

Ingin membuat gazebo beratap tanaman? Si cantik berbunga ungu ini bisa menjadi pilihan menarik. Anda tinggal membuat rangka atap dari kawat atau besi. Kemudian biarkan Petrea Volubilis merambat hingga menutup seluruh permukaan rangka. Untuk membuatnya memang sedikit memakan waktu, namun hasilnya pun tak akan mengecewakan.

Penulis: Anissa
Foto: Surai
Lokasi dan properti: Rumah Endang Lestari, Ciledug, Tangerang.
Kompas.com


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

BEI Dinilai Gagal

JAKARTA, KAMIS — Bursa Efek Indonesia dinilai gagal memanfaatkan sejumlah momentum positif yang berkembang di bursa regional dan global. Sejak pekan lalu Indeks Harga Saham Gabungan BEI justru cenderung merosot di tengah penguatan indeks bursa-bursa utama regional dan global.
”Bursa kita ini kehilangan momentum. Beberapa kali bursa regional dan global menguat tajam, tetapi kita justru stagnan, bahkan merosot,” kata ND Murdani, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia, Rabu (22/10) di Jakarta.
Menurut dia, kegagalan bursa saham Indonesia memanfaatkan momentum penguatan bursa regional dan global mulai tampak sejak 13 Oktober. Saat itu IHSG hanya naik 0,7 persen atau 10,20 poin menjadi 1.461,87.

Padahal, dalam waktu yang bersamaan, bursa-bursa utama di Asia naik cukup signifikan. Indeks Shanghai di China naik 3,65 persen, Indeks Straits Times di Singapura naik 6,57 persen, bahkan Indeks Hang Seng di Hongkong naik 10,25 persen.

Sentimen positif

Penguatan indeks regional saat itu dipengaruhi sentimen positif investor terhadap pengumuman Bank Sentral Eropa yang menyatakan akan menjamin likuiditas perbankan di wilayah itu.
Kegagalan pasar saham Indonesia memanfaatkan momentum, tutur Murdani, terus berlanjut sampai dua hari kemudian. Walaupun pada Selasa (14/10) IHSG naik 94,09 poin atau 6,44 persen menjadi 1.555,96, penguatan itu dinilai tidak sebanding dengan penguatan indeks regional dan global. Saat itu Indeks Nikkei 225 di Jepang, misalnya, melonjak sampai 14,15 persen.

Penguatan itu didorong oleh sentimen positif investor terhadap kenaikan Indeks Dow Jones di New York Stock Exchange sebesar 11,08 persen, terbesar sejak depresi besar melanda perekonomian AS pada 1932.
Pada Selasa IHSG hanya menguat 0,93 persen, padahal indeks bursa-bursa regional rata-rata menguat 3-5 persen. Adapun Indeks Dow Jones menguat 4 persen lebih.
Sementara itu, pada perdagangan saham kemarin, IHSG kembali anjlok cukup signifikan, yaitu turun 60,40 poin atau 4,19 persen menjadi 1.379,74 poin. Ini merupakan posisi IHSG terendah sejak Agustus 2006.
Ada dua penyebab gagalnya pasar saham Indonesia memanfaatkan momentum penguatan indeks regional dan global.

Pertama, strategi program pembelian kembali (buy back) saham-saham BUMN tidak berjalan dengan baik. Emiten BUMN melaksanakan buy back hanya ketika harga sahamnya sudah mencapai titik yang sangat rendah.
”Program buy back itu kan dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan investor, bukan untuk cari harga termurah yang dinilai menguntungkan,” kata Murdani.
Kedua, batas atas autorejection atau penghentian perdagangan saham otomatis terlalu kecil, yaitu hanya 10 persen sehingga harga saham tidak bisa meningkat tajam di saat sentimen pasar sedang positif.
Dirut BEI Erry Firmansyah mengatakan, sistem perdagangan BEI masih belum dapat menerapkan asymetric autorejection atau pembatasan harga saham yang tidak simetris.

Kompas.com


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Dasar-Dasar Genetika Dan Pemuliaan Tanaman

Oleh : James R. Welsh

Persilangan tanaman atau makhluk hidup lainnya yang menarik minat manusia adalah sesuatu yang menjadi perhatian kalangan tertentu dari masa ke masa. Pemuliaan tanaman atau makhluk hidup lainnya biasanya bertujuan untuk mendapatkan varietas baru yang lebih unggul (bibit unggul), apapun juga patokan yang dipakai untuk suatu keunggulan (hal ini bisa jadi suatu sifat yang ''aneh'' tapi nyata, seperti terdapat pada ikan mas koki mata balon, kepala singa, dsb).

Khususnya bagi pemuliaan tanaman, sistem perundang-undangan dan sertifikasi biji memberikan keleluasaan bagi para pemulia untuk dapat berkarya dengan baik bagi kepentingan pengusaha. Dengan demikian segi komersial pemuliaan tanaman sangatlah besar dan cukup menarik bagi para pemulia. Hal ini didukung oleh pembuatan standard dalam industri biji, yang menyebabkan kemajuan pesat dapat kita lihat dalam berbagai hasil produksi tanaman di pasaran, seperti misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran. Bahkan juga tanaman-tanaman hias seperti anggrek, dan juga tanaman hias air.
Aspek paling memuaskan bagi para pemulia tanaman adalah jika melihat varietas yang dikembangkannya memasuki produksi komersial, walaupun hasil tersebut tidak menjamin bahwa varietas tersebut dapat diterima. Sisi artistik dari pemuliaan tanaman adalah kita tidak selalu bisa memperkirakan dengan baik penerimaan masyarakat terhadap setiap kombinasi genetik yang kita hasilkan.

Untuk dapat melibatkan diri dalam beberapa bentuk pemuliaan tanaman (atau makhluk hidup lain), tak dapat tidak kita harus sedikitnya memahami dasar-dasar genetika. Saat ini teori-teori dasar genetika bukan hanya konsumsi para ilmuwan, atau para pemulia profesional saja, tetapi sudah berkembang sedemikian rupa, seperti juga kegiatan pemuliaan itu sendiri, menjadi semacam hobi bagi masyarakat awam juga. Di sana-sini kita bisa menjumpai para hobiis ikan hias yang ingin memuliakan varietas ikan tertentu, atau mengawinsilangkan ikan-ikan tersebut dengan tujuan mendapatkan jenis ''baru''. Sayangnya seringkali kegiatan tersebut tidak didukung oleh informasi yang akurat tentang dasar-dasar genetika, dan kurangnya wadah untuk bertukar pendapat dan berdiskusi dengan pengarahan ilmiah yang sesuai juga setidaknya turut menghambat kemajuan ''hobi'' pemuliaan ini di Indonesia.

Seperti telah diketahui, teori genetika modern, termasuk yang diterapkan dalam pemuliaan tanaman, tidak dapat dilepaskan dari dasarnya, yaitu prinsip-prinsip genetika hasil penelitian seorang pastor dari abad ke-19 yang bernama Gregor Mendel. Mendel melakukan percobaannya pada tanaman ercis, dan melaporkan hasilnya pada tahun 1865. Laporan tersebut cukup sederhana, namun sangat efektif menyelesaikan masalah pewarisan sifat yang dijumpai para ilmuwan selama bertahun-tahun.

Buku yang dalam bahasa aslinya ditulis oleh James R. Welsh ini menjabarkan secara detil teori-teori dasar genetika dalam kaitannya dengan pemuliaan tanaman, dalam bentuk yang cukup sederhana untuk dapat dipahami kaum awam yang ingin mendalami hobinya dalam pemuliaan tanaman. Pada Bab 2 sampai Bab 5, penjabaran terseut didasarkan pada pengalaan mengajar mata kuliah pemuliaan tanaman selama 15 tahun. Oleh karena itu para mahasiswa yang baru mendapatkan pelajaran pengantar pemuliaan tanaman dengan bekal pengetahuan genetika yang belum cukup luas pun diharapkan dapat memanfaatkan buku ini dengan maksimal.

Judul Asli: Fundamental of Plant Generic And Breeding
Penulis: James R. Welsh
Colorado State University
Terjemahan Bahasa Indonesia Oleh: Ir. Johanis P. Mogea.
Versi Bahasa Indonesia Diterbitkan Oleh: Penerbit Erlangga
Jl. Kramat IV No. 11
Jakarta 10430.



[+/-] Selengkapnya...

Read More..

10.21.2008

Ekonomi RI Lebih Stabil dengan Syariah

Dalam satu abad terkahir terjadi 20 kali krisis ekonomi dunia.


>Pengamat perbankan dan keuangan syariah, Muhammad Syafii Antonio, menilai perekonomian nasional akan menjadi lebih stabil bila menggunakan sistem ekonomi syariah dibandingkan sistem ekonomi kapitalis. Hal itu karena sistem ekonomi syariah mendorong keseimbangan pengembangan sektor riil dan non riil yang ditunjukan dengan keharusan adanya underlying asset dalam menyalurkan pembiayaan. ''Jangankan Indonesia, ekonomi dunia juga bisa lebih stabil jika menggunakan ekonomi syariah,'' katanya, Rabu, (15/10).

>Menurut Syafii, saat ini, sistem yang diterapkan di Indonesia adalah sistem kapitalis. Sistem ini seringkali disebut sebagai sistem ekonomi pasar bebas. Sejak 1907 hingga saat ini, penerapan sistem ekonomi kapitalis sangat merugikan masyarakat. Hal itu karena dunia berulang kali menderita krisis akibat sistem itu. Hal itu termasuk Indonesia. ''Meski krisis disebabkan oleh pelaku elit di sektor keuangan dan perbankan, yang paling banyak menderita adalah masyarakat karena dana pajak mereka digunakan untuk mengatasi krisis. Mereka jadi terbebani. Ini tidak fair,'' katanya yang juga anggota dewan penasihat syariah Bank Negara Malaysia (BNM) dan penasihat syariah internasional Al-Mawarid Finance Dubai.

>Akar berbagai krisis yang terjadi hingga kini adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini memperbolehkan pelaku bisnis melakukan spekulasi. Hal itu ditunjukkan dengan praktik derivatif berbagai pelaku bisnis dan keuangan konvensional. Selain itu, sistem ini juga menyebabkan sektor non riil jauh lebih berkembang dibandingkan sektor riil.
Syafii menyebutkan, krisis keuangan global saat ini menunjukkan kegagalan sistem ekonomi kapitalis. Kondisi ini bisa menjadi momentum kebangkitan ekonomi syariah di dunia. Hal itu karena dalam berbagai krisis keuangan, lembaga keuangan syariah menjadi lembaga yang terkena dampak paling sedikit. Hal itu karena berbagai bisnis keuangan syariah didukung underlying asset jelas.

>Selain itu, sistem ekonomi syariah menerapkan konsep bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing) dalam berbagai kegiatan bisnis. Hal itu termasuk dalam berbagai transaksi pembiayaan. Konsep ini terbukti mampu membuat berbagai lembaga keuangan syariah lebih tahan menghadapi krisis dibandingkan lembaga keuangan konvensional.Karena itu, untuk mengatasi ancaman krisis berulang, pemerintah perlu serius mendukung pengembangan sistem ekonomi syariah di tanah air. Hal itu termasuk memberikan peluang lebih besar bagi sistem ekonomi syariah untuk diterapkan sebagai sistem ekonomi nasional. ''Saya mendorong ini karena cinta Indonesia. Kita tidak ingin krisis berulang kali terjadi di Indonesia,'' kata Chairman Tazkia Group.

>Syafii meminta berbagai pihak untuk tidak mempermasalahkan asal ekonomi syariah. Hal itu karena sebetulnya sistem ekonomi syariah tidak bertentangan dengan nilai berbagai ajaran agama seperti Kristen, Budha, dan Hindu. Hal itu karena sistem ekonomi ini mendorong terjadinya keseimbangan perekonomian dan melarang eksploitasi terhadap manusia dan sekitar. ''Saya kira hal terpenting yang perlu dilihat dari sisi ekonomi karena sistem ini bisa menjadi solusi alternatif bagi perekonomian dunia dan Indonesia,'' katanya.

>Bertahap
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agustianto menilai penggantian sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi syariah merupakan keharusan. Hal itu bila pemerintah ingin agar Indonesia tidak lagi terkena ancaman krisis ekonomi. Berdasarkan pengkajian IAEI, dalam satu abad terakhir, sekitar 20 krisis ekonomi telah terjadi di dunia akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. ''Ini kan berarti setiap lima tahun kita mengalami krisis. Karena itu, Indonesia mau tidak mau harus menerapkan sistem ekonomi syariah kalau tidak mau terus terancam krisis,'' ujarnya.

Meski demikian, Agustianto mengakui penggantian sistem ekonomi nasional harus dilakukan secara bertahap. Hal itu karena tingkat kesadaran masyarakat berekonomi syariah saat ini masih belum optimal. Karena itu, sosialisasi ekonomi syariah bagi seluruh masyarakat dari berbagai profesi perlu dioptimalkan. Selain itu, ia juga mendorng percepatan pengembangan sistem ekonomi syariah di sektor perbankan dan keuangan. ''Saya memperkirakan sistem ekonomi syariah bisa diterapkan secara menyeluruh di Indonesia dalam 20-30 tahun. Tapi, ini harus dimulai sejak sekarng penerapannya,'' katanya.

(Sumber: Republika, 2008-10-16/was)



[+/-] Selengkapnya...

Read More..

10.20.2008

Ekspor Pertanian Masih Yang Tertinggi


JAKARTA - Di tengah bayang-bayang krisis keuangan global, kinerja ekspor sektor pertanian masih memikat. Bahkan, ketika pada bulan Agustus, angka ekspor secara nasional turun (-0,43% atau -1,20 untuk ekspor non-migas), sektor pertanian masih tumbuh di atas 40%.
Melalui Berita Resmi Statistik 6 Oktober 2008, Badan Pusat Statistisk (BPS) melaporkan bahwa ekspor hasil pertanian periode Januari-Agustus 2008 meningkat 44,01% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penyumbang utama kenaikan ekspor hasil pertanian, menurut Kepala BPS Rusman Heriawan, berasal dari ekspor minyak sawit mentah bulan Agustus yang mencapai 1.036,6 juta dolar (lebih tinggi 455 juta dolar AS dibanding angka bulan Juli) atau meningkat 78,23% dibanding capaian bulan Juli 2008.

Secara kumulatif sampai Agustus 2008, ekspor nonmigas Indonesia mencapai 73.543,6 juta dolar atau naik sekiar 22,38% dibanding capaian periode Januari-Agustus 2007. "Alhamdulillah. Kita patut bersyukur kepada Allah SWT dan berterimakasih kepada para petani, para pelaku usaha tani serta para pihak terkait lainnya, termasuk pemerintah daerah," ungkap Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Dia berharap semoga kinerja yang baik ini dapat terjaga dan bahkan bisa ditingkatkan lagi. Angka pertumbuhan ekspor 44,01% memang lebih rendah dari catatan sebelumnya yang mencapai 50,13% (Juli) dan 48,54% (Mei). Meski begitu, pertumbuhan ekspor pertanian tetaplah lebih baik dari kinerja sektor lainnya.

Sebagai contoh, sektor perindustrian pada periode yang sama tumbuh 22,57%, dan sektor pertambangan tumbuh 15,32%.Sampai Agustus 2008, nilai ekspor sektor pertanian meningkat dari 2.283,6 juta dolar menjadi 3.288,5 juta dolar. Catatan ini akan lebih baik lagi, jika semua ekspor komoditas berbasis pertanian diperhitungkan. Sebagai contoh bila ekspor komoditas lemak hewan dan minyak nabati serta karet dan barang dari karet dijumlahkan, nilai ekspor selama periode Januari-Agustus 2008 mencapai 16.211,1 juta dolar juta dolar. Atau naik 70,25% dari capaian ekspor komoditas pertanian pada periode yang sama tahun 2007 yang mencapai 9.522,2 juta dolar.

Tanda-tanda membaiknya kinerja ekspor pertanian memang sudah tampak sembelumnya. Memasuki triwulan I 2008, nilai indeks tendensi bisnis (ITB) sektor pertanian mencapai rekor 126,29. Indikator optimisme bisnis ini terbilang paling tinggi dibanding sektor lain. ITB rata-rata antarsektor pada periode itu adalah 114,84. Optimisme itu pun terbukti. Di tengah beratnya tekanan ekonomi akibat krisis harga BBM, secercah harapan datang dari sektor pertanian. Produksi sejumlah komoditas pertanian meningkat cukup tajam. Sebagai contoh, menurut BPS, pada 2008 produksi padi diprediksi meningkat 4,76%, jagung 11,79%, dan kedelai 22,11%.

Bersama naiknya perkiraan capaian produksi, secara riil ekspor pertanian – sebagaimana terpapar pada beberapa laporan BPS terakhir – melesat tajam.Mentan berharap, peningkatan kinerja ekspor tersebut tak sekadar menambah devisa negara. Lebih dari itu, kata dia, prestasi ini bisa membuat kita lebih optimis dalam membangun kejayaan bangsa dan negara. "Yang tak kalah penting, semoga para petani, yang menjadi mayoritas angkatan kerja di Indonesia, bisa lebih sejahtera," tegas Anton.

Sumber Berita : Tim Media
Deptan.go.id


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

PEMULIAAN TANAMAN PARTISIPATIF (PTP) DAN PERCEPATAN PERAKITAN VARIETAS

Oleh : Sobir

Pendahuluan
Pemuliaan tanaman memainkan peranan sangat penting dalam pembangunan dan penguatan system pertanian lokal, serta dalam perlindungan keanekaragaman genetik. Tanpa partisipasi petani program pemuliaan untuk keperluan lokal tidak akan mencapai sasaran. Dipercaya bahwa pemuliaan berbasis partisipasi pengguna memiliki kelebihan mendasar, seperti definisi kriteria seleksi yang sesuai untuk kebutuhan lokal dan kesesuaian dengan lingkungan target yang lebih baik. (Elings et al., 2001).

Pada era market driven, semua proses produksi mengacu pada pemuasan kebutuhan pasar, sehingga keputusan menentukan nilai produk akhir melibatkan opini konsumen. Demikian pula pada proses pemuliaan tanaman sejak satu decade terakhir mulai berkembang konsep pemuliaan yang melibatkan pelaku produksi lapang dan konsumen (Almekinders dan Elings, 2001), konsep ini mulai diperkenalkan sebagai Parcipatory Plant Breeding (Monyo et al., 2001), atau Parcipatory Crop Improvement(Almekinders dan Elings, 2001). Participatory Plant Breeding (PPB) didefinisikan sebagai program Pemuliaan Tanaman yang melibatkan peneliti, petani, dan stake holder lain seperti konsumen, vendors, industri, penyuluh dan kelompok tani (Sperling et al., 2001).

Konsumen yang harus dilayani dalam sebuah program pemuliaan tanaman, merupakan konsumen bertingkat, mulai dari petani, distributor, pengecer dan konsumen sebagai pengguna produk akhir, sehingga untuk dapat hasil yang memuaskan maka semua konsumen tersebut perlu dilibatkan.

Digunakan terminology parcipatory karena konsumen atau pengguna dapat berperan dalam sebagian atau bahkan seluruh tahapan program pemuliaan dan proses seleksi, seperti menetapkan target program, menentukan proritas pemuliaan, melakukan persilangan, pengelolaan plasma nutfah, pengujian lapang, perbanyakan benih dan proses penyebaran (Sperling dan Asbhy, 1999).

Pada tanaman hortikultura, program pemuliaan banyak dilakukan oleh perusahaan swasta sudah sejak lama mengarah ke konsep partisipasi pengguna, program pemuliaan sudah merupakan program client-driven, karena dalam upaya memenangkan persaingan pasar kepuasan pengguna harus diutamakan (Sperling et al., 2001). Selanjutnya konsep PTP berkembang ke arah mencapai kelompok pengguna marginal, toleransi terhadap stress lingkungan, adaptasi terhadap lingkungan spesifik, memadukan beberapa karakter sesuai preferensi konsumen tertentu, sehingga merupakan alternatif fundamental terhadap Formal Plant Breeding (FPB) dalam pengelolaan sumberdaya genetik, hal ini karena FPB terkonsentrasi pada upaya varietas berdaya hasil tinggi pada lingkungan optimal (Almekinders dan Eling, 2001). Kolaborasi pengguna dalam PTP dimulai dari penetapan tujuan, sifat yang ingin dikembangkan, pengelolaan sumberdaya genetik, perakitan genotipe-genotipe baru dan berakhir pada pengujian lapang, perbanyakan dan distribusi benih ke petani (Sperling et al., 2001).

Pada saat ini PTP telah dilakukan di berbagai tempat (Weltzien et al., 1999) dan mulai berkembang konsep- konsep bagaimana pola pengorganisasian kolaborasi antara petani dan peneliti dan metode pemuliaan apa yang paling sesuai. Pengetahuan yang sejajar antara peneliti dengan petani dalam beberapa tahap pemuliaan sangat penting untuk menjamin keberhasilan program, karena sebagian besar PTP dilakukan pada lingkungan marginal, dimana proporsi interaksi genotype x lingkungan besar sedang heritabilitas rendah, merupakan hal yang harus dihadapi. Disisi lain petani dapat berkontribusi melalui pengetahuan mereka akan kualitas yang diinginkan dan karakteristik lingkungan yang menjadi target lingkungan.


Pola Pendekatan PTP

Pemuliaan tanaman yang dilakukan secara formal (Formal Plant Breeding) oleh institusi penelitian telah terbukti efektif dalam menghasilkan varietas yang responsif terhadap input produksi, dan beradaptasi luas, terutama pada tanaman serealia semusim. Akan tetapi pada lingkungan yang beragam, lingkungan kurang subur, lingkungan yang mengalami cekaman dan petani yang kurang sumberdayanya, variretas hasil FPB sulit beradaptasi (Byerlee dan Husain, 1993; Maurya et al., 1988), hal ini karena sifat-sifat yang dibutuhkan pada lingkungan spesifik tersebut belum menjadi perhatian para pemulia atau karena kesulitan menggabungkan sifat-sifat untuk daya adaptasi dengan kualitas hasil (Cooper et al., 1999a). Kurang efektifnya FPB bagi lingkungan spesifik antara lain karena :

a. Seleksi dan sistem pengujian untuk produktivitas tinggi dilakukan pada lingkungan optimum (dilakukan di kebun percobaan atau pada petani maju) (Witcombe dan Virk, 2001; Ceccarelli et al., 2001)

b. Kecenderungan menghasilkan varietas yang beradaptasi luas daripada untuk varietas yang beradaptasi lokal (Kornegay et al., 1996; Witcombe dan Virk, 2001)

c. Seleksi kurang memperhatikan sifat-sifat yang penting bagi petani dan konsumen (Kornegay et al., 1996).

Berbeda dengan pendekatan FPB, pada pendekatan PTP petani berperan dan bertanggungjawab terhadap sebagian atau bahkan sebagian besar proses pengembangan atau evaluasi kultivar agar dapat menghasilkan varietas yang beradaptasi pada lingkungan spesifik, melalui program parcipatory varietal selection (PVS). Misalnya petani ikut mengevaluasi varietas yang dikembangkan di kebun percobaan, dan melakukan evaluasi di lahan petani sendiri (Maurya et al., 1988; Joshi et al., 2001), atau bahkan petani ikut mengembangkan populasi segregasi sekaligus melakukan seleksi dan pengujian varietas, sehingga petani punya alternatif yang lebih baik dari landraces yang ada di lokasi mereka.

Dalam PTP untuk lingkungan spesifik, sebenarnya merupakan interaksi mutualistik antara petani dengan pemulia / peneliti. Peran petani terutama dalam memastikan tujuan pemuliaan sesuai dengan kebutuhan, dan seleksi dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan target, bersama dengan hal tersebut pemulia berperan dalam pembentukan keragaman genetik, pengelolaan populasi, dan disain penapisan untuk memisahkan pengaruh genetik dari pengaruh lingkungan.


Pemuliaan Tanaman Partisipatif dan Eksploitasi Genotipe x Lingkungan

Pada pengembangan varietas bagi lingkungan target, perlu pertelaan lingkungan target dalam kaitannya dengan beberapa parameter yang bersifat umum seperti wilayah geografis, tipe tanah, sistem budidaya tanaman dan ketinggian tempat, atau bahkan dalam cakupan yang lebih kecil keragaman lingkungan akan tetap ditemukan. Interaksi Genotipe x Lingkungan (GEI) merupakan hasil kegagalan genotype untuk menunjukkan keragaan yang sama pada setiap lingkungan yang berbeda, pertimbangan besarnya

pengaruh GEI merupakan salah satu dasar ilmiah akan perlunya PTP.

GEI dapat dikasifikasikan menjadi repeatable dan nonrepetable. GEI yang repetable terjadi apabila pola perbedaan respon antar genotipe terhadap perubahan faktor lingkungan antar lokasi membentuk pola yang dapat diduga. Misalnya genotipe menunjukkan pertumbuhan yang baik pada lahan yang subur dan kurang baik pada tanah marginal dengan laju tinggi, sementara genotipe lain berubah dengan laju yang sedang atau rendah. Pada kondisi tersebut pengembangan varietas dapat dikembangkan pada varietas untuk lahan subur dan varietas untuk lahan marginal. GEI non-repetable terjadi pada respon yang bersifat genotipe- genotipe terhadap perubahan lingkungan, karena faktor- faktor lingkungan tersebut sulit dikarakterisasi, sehingga GEI dianggap sebagai galat percobaan acak dari pengujian pemuliaan dan mengurangi efek nilai genotipe selama penapisan yang mengakibatkan sulitnya menentukan sumber keragaman.

Dalam PTP upaya mendapatkan varietas yang superior pada lingkungan spesifik, dilakukan dengan eksploitasi GEI repeatable, melalui dua pendekatan:

a. Eksploitasi adaptasi lokal. Lingkungan marginal lebih beragam dibandingkan lingkungan optimum, sehingga perlu varietas/genotipe yang memiliki daya adaptasi lebih spesifik pada lingkungan target. Varietas hasil seleksi dengan lingkungan lokal pada umumnya lebih baik penampilannya pada lingkungan target dibanding varietas yang dikembangkan untuk lingkungan dengan daya adaptasi luas.

b. Eksploitasi adaptasi spesifik. Toleransi terhadap cekaman spesifik, seperti kekeringan, toleransi terhadap kekurangan N, yang dibutuhkan pada lingkungan tertentu

akan lebih baik diidentifikasi pada lingkungan target dengan bantuan seleksi oleh petani dibandingkan seleksi di kebun percobaan peneliti.

Seleksi untuk adaptasi spesifik dengan adaptasi lokal merupakan pendekatan pemuliaan yang berbeda, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Seleksi untuk adaptasi lokal hanya dapat dilakukan pada lingkungan tertentu yang menjadi target pemuliaan, sehingga varietas dengan daya adaptasi tinggi untuk lingkungan tersebut didapatkan, maka varietas tersebut umumnya kurang baik untuk lingkungan lainnya. Oleh karena lingkungan lokal relatif kecil cakupannya maka akan menghadapi masalah dalam proses pengujian yang kurang beragam, sehingga secara statistika ketelitian seleksi berbasis lingkungan sempit (terbatas) akan rendah karena pengaruh GEI non-repeatable, sehingga keberhasilan pemuliaan akan sangat tergantung akan peneliti/petani penyeleksi dalam identifikasi genotipe unggul, melalui sifat-sifat dengan GEI non-repeatable kecil. Keuntungan seleksi adaptasi lokal adalah kesesuaian varietas yang dihasilkan dengan kondisi setempat dan kebutuhan petani, sedangkan kerugiannya adalah rendahnya efektifitas seleksi terutama untuk sifat-sifat dengan heritabilitas rendah yang hanya dapat dievaluasi dengan baik pada lingkungan yang lebih beragam.

Pada kondisi lingkungan spesifik, seperti cekaman yang dihadapi di banyak daerah atau sistem budidaya tertentu, maka seleksi untuk adaptasi spesifik akan lebih sesuai. Pada kondisi ini GEI non-repeatable dapat diatasi dengan pengulangan seleksi pada banyak lokasi yang mirip, untuk menghasilkan ketelitian yang tinggi dalam evaluasi genotipe. Pendekatan ini disebut sebagai multiple-environment testing (MET), yang karena mencakup banyak lokasi membutuhkan suatu koordinasi terpusat. Keuntungan pendekatan ini adalah seleksi yang efektif untuk sifat-sifat dengan heritabilitas rendah, kerugiannya adalah apabila seleksi lebih dititikberatkan pada penampilan dan produktivitas tanaman dalam MET, kekhasan lokal dan kepentingan petani setempat akan terabaikan, sehingga varietas yang dihasilkan kurang beradaptasi pada lingkungan lokal.

Tujuan Pemuliaan Tanaman Partisipatif

Pada awalnya PTP terutama diterapkan untuk merespon kebutuhan tanaman yang kurang komersial dan lahan dengan cekaman lingkungan. Hasil yang dicapai masih beragam, terspesialisasi dan kurang dipublikasikan, walaupun demikian PTP terus berkembang kearah yang lebih luas. Tujuan lain dalam PTP juga mulai dikembangkan seperti meningkatkan keranekaragaman genetik, konservasi plasmanutfah, pengembangan varietas untuk kelompok marginal, program pemuliaan yang lebih efisien dari segi biaya, dan pemuliaan secara desentralisasi untuk lingkungan spesifik dan konsumen khusus (Tabel 1).

Analisis lebih lanjut terhadap beberapa program PBB menunjukkan bahwa beberapa goal explicit akan tercapai (seperti peningkatan produksi) sementara yang tidak terlalu jelas dan tidak dinyatakan, kecuali bila merupakan bagian dari disain penelitian (misalnya menjangkau kelompok interes khusus), beberapa kasus juga menunjukkan bahwa beberapa tujuan tidak kompatibel, misalnya peningkatan keragaman dengan menjangkau petani miskin (Sperling et al., 2001).


Tabel 1. Goal dalam PTP dan indikator pencapaiannya

Goal Indikator

Produktivitas (termasuk Peningkatan produksi,
peningkatan kualitas) stabilitas
Penyerapan lebih cepat
Difusi lebih luas
Peningkatan nilai pasar

Peningkatan Petani mendapatkan akses
Keanekaragaman/ lebih luas akan plasmanutfah
Konservasi Plasma Petani mendapatkan akses
Nutfah lebih luas akan pengetahuan
yang dibutuhkan
Keanekaragaman lebih
tinggi dalam varietas
Keanekaragaman lebih
tinggi antar varietas
Kesesuaian materi genetik
baru dengan materi yang ada
Sasaran pemuliaan yang
lebih spesifik

Target yang lebih efektif Pengguna yang lebih
bagi pengguna/petani beragam berkaitan dengan
akses pengguna
Peningkatan tingkat
kepuasan petani
Perluasan kisaran pengguna
Mencapai sasaran yang
marginal

Efisiensi Biaya Pengurangan biaya atas
dasar pengaruh yang dicapai
Peluang yang lebih besar
dalam penyertaan biaya
penelitian
Biaya yang lebih murah bagi
difusi varietas


Pengembangan Penguatan hubungan petani
kapasitas dan dengan sumber materi dan
pengetahuan bagi informasi
masyarakat petani dan Merubah hubungan/perilaku
peneliti formal antara masyarakat dengan
sistem penelitian formal
Meningkatkan pemahaman
pemulia formal akan
kompleksitas sifat yang
diinginkan petani dan
permasalahan lokal
Perluasan diseminasi
pengetahuan

Pemberdayaan Peningkatan partisipasi
masyarakat petani masyarakat dalam PTP
Peningkatan akses dan
penggunaan plasma nutfah
dan informasi

Institusi dan Organisasi Identifikasi metode
berkelanjutan bagi
desentralisasi PTP
Perluasan cakupan institusi
yang terlibat
Scaling up proses dan
produk PTP

Kebijakan Perbenihan Mengakui peran petani
dalam pengujian bagi
pelepasan varietas
Jumlah varietas yan spesifik
petani yang dilepas
Dukungan terhadap
perbanyakan dan penyebaran
benih secara lokal
Penguatan dan dukungan
terhadap penangkar benih
lokal



Partisipasi dan PTP

Pada saat ini PTP telah dilakukan diberbagai tempat (Weltzien et al., 1999) dan mulai berkembang konsep- konsep bagaimana pola pengorganisasian kolaborasi antara petani dan peneliti dan metode pemuliaan apa yang paling sesuai. Pengetahuan yang sejajar antara peneliti dengan petani dalam beberapa tahap pemuliaan sangat penting untuk menjamin keberhasilan program, karena sebagian besar PTP dilakukan pada lingkungan marginal, dimana proporsi interaksi genotype x lingkungan besar sedang heritabilitas rendah, merupakan hal yang harus dihadapi. Disisi lain petani dapat berkontribusi melalui pengetahuan mereka akan kualitas yang diinginkan dan karakteristik lingkungan yang menjadi target lingkungan.

Partisipasi (seperti PTP) merupakan terminology dengan sejumlah konotasi, akan tetapi yang penting dalam evaluasi suatu pola partisipasi adalah kualitas partisipasi, yang dapat diterjemahkan kedalam beberapa dimensi seperti tahapan partisipasi, tingkat partisipasi, dan pemeran dalam kegiatan partisipasi, yang perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui hubungan antara tipe partisipasi dalam PTP dengan hasil yang dapat dicapai.

Beberapa peneliti pada umumnya menganggap bahwa partisipasi dalam PTP berarti tahapan dalam siklus pemuliaan yang melibatkan petani. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa terjadinya partisipasi pengguna lebih awal dalam proses pemuliaan berarti kesempatan yang lebih besar diberikan pada pengguna untuk ikut merumuskan tujuan dan strategi pemuliaan dan hasil akhir yang ingin dicapai, tetapi seberapa besar peran pengguna akan keterlibatannya dalam proses pemuliaan akan menentukan tingkat partisipasi.

Dimensi kedua dari partisipasi adalah tingkat besarnya peranan petani atau pengguna lain yang berpartisipasi dalam

mempengaruhi atau menentukan keputusan mengenai proses pemuliaan dalam setiap tahap. Dalam banyak kasus ternyata tingkat partisipasi seringkali sulit dirumuskan, yang mencerminkan belum jelasnya rumusan para parktisi PTP mengenai pengaruh tingkat partisipasi dalam tahapan pemuliaan terhadap capaian hasil akhir. Waktu yang lebih lama dalam proses partisipasi tidak berarti akan meningkatkan kualitas partisipasi, baik dari fungsi dalam pemuliaan maupun dalam kaitannya dengan pemberdayaan petani.

Dimensi ketiga dalam partisipasi peran-peran khusus yang dilaksanakan oleh pemulia peneliti, petani dan pengguna khusus. Peran dalam partisipasi mengacu pada bagaimana fungsi masing-masing dilaksanakan, seperti peran pengelolaan, peran pertukaran informasi dan pengetahuan, atau penyediaan tenaga lapangan bagi proses pemuliaan.


Tahapan Partisipasi

Dalam program PTP pertama yang harus dijadikan acuan bersama adalah goal keseluruhan dari suatu kegiatan PBB, yang mencakup peningkatan keanekaragaman, pengembangan keahlian petani, dan peningkatan produksi. Dari hal tersebut di atas menurut Schnell (1982), terdapat lima tahapan yang dapat dijalankan, dan seringkali merupakan suatu siklus yaitu :

1. Menetapkan target pemuliaan

2. Merakit keragaman melalui persilangan atau memanfaatkan koleksi

3. Seleksi populasi segregasi

4. Pengujian varietas dan karakterisasi

5. Sistem penyediaan benih, seperti pelepasan, promosi / pemasaran / difusi, produksi benih dan distribusi benih.


Tahapan kolaborasi antara petani/pengguna dengan peneliti merupakan satu faktor yang membedakan PTP dengan FPB. Pada PTP masukan dari petani dipadukan dalam berbagai tahap proses pemuliaan (misalnya dari tahap 1-4), yang jarang ditemukan dalam pendekatan FPB.

Dalam program PTP memungkinkan untuk melakukan proses tidak mengikuti tahapan seperti diatas, misalnya peneliti dengan petani melakukan tahapan yang ke-empat, sebelum merumuskan tahapan pertama, sehingga merupakan kegiatan pemuliaan yang interaktif, bukan proses yang linier, dimana peneliti, penyuluh, petani, pedagang atau pengguna lain memiliki peran yang berbeda dalam setiap tahap. Pada beberapa kasus upaya PTP berkaitan dengan distribusi benih informal, sehingga pemahaman akan sistem perbenihan harus dipertimbangkan sejak tahap pertama, kerjasama dengan petani pada tahap keempat dan kelima dapat membantu peneliti meningkatkan peran pada tahap pertama, sehingga selanjutnya pada tahap kedua dan ketiga peran petani dapat dikurangi.

Menurut Sterling et al. (2001) partisipasi petani dapat dilakukan dalam berbagai waktu dan tahapan, tergantung jenis tanaman, materi tetua yang digunakan, areal target penanaman, kapasitas peneliti menterjemahkan criteria petani, kapasitas petani menangani materi pemuliaan, sifat yang dikembangkan, dan sekala program pemuliaan/jumlah material yang harus disaring.

Tahapan partisipasi petani dalam sebuah program pemuliaan dapat merubah tujuan pemuliaan, strategi pemuliaan, atau bahkan merubah organisasi pelaksana program (misalnya beberapa aktivitas dilaksanakan oleh suatu program sedangkan aktivitas lain dilakukan oleh fihak yang berbeda). Pada banyak kasus perimbangan peran petani dan peneliti akan berubah sejalan dengan perkembangan program, karena peningkatan pemahaman antar fihak peningkatan keahlian masing-masing fihak, serta perubahan prioritas.


Tingkat Partisipasi

Tingkat partisipasi petani dalam PTP dapat dijadikan criteria dalam klasifikasi sebuah program PTP, menurut Lilja et al., 2000 tingkat partisipasi petani berevolusi sejalan dengan waktu dan tahapan proses pemuliaan. Potensi keterlibatan petani dalam PTP dapat berupa manipulatif, pasif, kontrak, konsultatif, kolaboratif, kolegial, hingga inisiasi petani.

Secara praktis terdapat tiga tingkat partisipasi yang banyak ditemukan dalam PTP (Sterling et al., 2001), yaitu konsultatif, kolaboratif, dan kolegial. Konsultatif berarti pemulia memperoleh berbagai informasi dari petani atau pengguna lain untuk merancang sebuah program pemuliaan. Kolaboratif berarti terdapat pembagian tugas antara pemulia dengan petani dalam rangkaian proses pemuliaan yang ditetapkan oleh pemulia. Kolegial berarti peneliti mendukung suatu program yang diinisiasi dan dikelola petani, dalam mencapai tujuan pemuliaan bagi kebutuhan tertentu dengan memanfaatkan plasma nutfah setempat seoptimum mungkin.


Analisis terhadap program PTP di berbagai belahan dunia (McGuire et al., 1999; Weltzien et al., 1999), menunjukkan bahwa tingkat partisipasi yang paling banyak dilakukan adalah tingkat konsultatif diikuti oleh kolaboratif dan dilaksanakan pada tahap paling awal dalam menetapkan target (misalnya ideotipe menurut petani, sifat yang dianggap paling bernilai). Pada tahapan selanjutnya seperti pengujian varietas, perbanyakan benih dan distribusi, tampak bahwa peran petani masih belum berarti. Beberapa kasus yang diamati sudah mencapai tingkat partisipasi kolegial, dimana petani memiliki keterlibatan yang jelas.


Peran dalam PTP

Partisipasi petani dan peneliti dalam PTP (terlepas dari tahapan dan tingkat) memungkinkan mereka mengambil peran dan fungsi berbeda. Dalam berbagai kasus ternyata peran petani dan peneliti masih belum dijabarkan dengan jelas, sehingga sulit menghubungkan antara tahapan dan tingkat partisipasi dalam PTP dengan pencapaian hasil. Peran yang sudah dilakukan oleh petani antara lain peranan pengelolaan, menyediakan pengawalan teknologi yang memberikan kontribusi terhadap proses pemuliaan praktis, kepemimpinan organisasi sosial dalam hal scale up program dan diseminasi hasil PTP. Peran berarti lain petani adalah pengelolaan plasma nutfah. Peran peran tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Peran Manajerial: Mengembangkan kepemimpinan teknis bagi PTP. Petani dapat memegang peranan penting dalam mendapatkan varietas yang sesuai bagi lingkungan spesifik dan kegunaan tertentu, melalui interpretasi interaksi genetik dan lingkungan berdasarkan keragaan varietas pada beberapa musim dan lokasi tanam. Pada peran ini dibutuhkan pemimpin lokal yang menjadi manajer PTP, sesuai untuk daerah terpencil dimana pemulia/peneliti formal sulit diharapkan kehadirannya.


b. Peran Manajerial. Mengembangkan kepemimpinan organisasi sosial bagi PTP. Kelompok tani, atau organisasi petani lain (Mitra Cai) merupkan wahana yang

sangat efektif untuk meningkatkan keberhasilan PTP. Peran organisasi tani tersebut berupa pengorganisasi pengujian lapang serta perbanyakan dan penyebaran benih hasil PTP.

c. Peran Sumber Informasi. Petani sebagai sumber informasi bagi tipe varietas yang diinginkan, sifat-sifat lokal yang ingin dipertahankan, sifat-sifat baru yang ingin diperkenalkan, dalam kaitannya dengan adaptasi lingkungan setempat dan pengembangan produk selanjutnya. Preferensi petani dapat dijabarkan dalam:

i. Sifat tanaman: Sifat apa yang paling penting bagi petani setempat dan mengapa?

ii. Penajaman penapisan sifat. Merupakan rentang penerimaan untuk sifat-sifat yang diinginkan (seperti kisaran tinggi tanaman, kisaran umur panen). Pemulia sering menggunakan istilah karakteristik tanaman.

iii. Penajaman Prioritas. Perlu penajaman prioritas dari daftar sifat yang diinginkan, karena perbaikan di satu sifat bisa menyebabkan penurunan bagi sifat yang lain, sehingga dapat menetapkan sistem seleksi (tunggal, tandem atau indeks).

iv. Perbedaan antar kelompok petani. Mencakup perbedaan dalam persepsi dan keinginan antar kelompok petani, sehingga hasil yang diharapkan lebih baik.

d. Pengembangan Kapasitas dan Pelatihan. Peran ini dilakukan oleh pemulia untuk memberdayakan dan menigkatkan kemampuan petani dalam PTP, peran petani dalam melatih petani lain, serta peran petani dalam mengembangkan pengetahuan pemulia dalam hal karakteristik lokal.

e. Peran Penyediaan Tenaga. Tenaga petani sangat dibutuhkan untuk melakukan seleksi lebih akurat, karena petani melakukan interaksi lebih kuat dengan tanaman di lapang, sering lebih memahami perilaku setiap populasi.

f. Peran Penyediaan Masukan. Pemuliaan untuk lingkungan spesifik cenderung lebih berhasil bila dilakukan pada lokasi target. Untuk melakukan pendekatan ini pemulia dapat membuat petani melakukan metode-metode pemuliaan standar yang dilakukan pemulia di kebun percobaan mereka.

g. Peran Penyediaan Materi Genetik. Baik petani maupun pemulia secara bersama-sama berkontribusi dalam penyedian materi genetik bagi sifat-sifat yang akan dikembangkan, baik berupa land races maupun materi genetik introduksi.

Penutup

Pemuliaan Tanaman Partisipatif (PTP), merupakan pendekatan komplemen bagi Pemuliaan yang secara Formal dilakukan di lembaga-lembaga penelitian, sebagai jawaban keterbatasan cakupan kegiatan yang dapat dilakukan lembaga formal, baik dari sisi ketersediaan sumberdaya manusia, keragaman agroklimat yang harus ditangani, besarnya sumberdaya genetik yang yang dikelola, serta skala cakupan adaptasi yang relatif kecil akan sulit dilakukan secara terpusat. PTP merupakan perluasan dari proses sebelumnya yang disebut Seleksi Varietas Partisipatif (SVP) dimana petani melakukan seleksi terhadap populasi segregasi yang dihasilkan pemulia (Witcombe et al., 1996).

Pada saat peran konsumen makin besar dalam proses produksi, sehingga petani sebagai bagian terpenting dari faktor produksi harus lebih memahami kebutuhan konsumen dalam skala pemasaran produk yang dihasilkannya. Dalam konteks ini maka skala partisipasi akan menjadi makin luas, dimana arah pemuliaan tidak hanya pada daya adaptasi lokal atau spesifik, tapi juga mempertimbangkan faktor ekonomi dan preferensi konsumen serta kriteria pasar, sehingga varietas yang dituju merupakan paduan antara sifat-sifat land races dengan sifat-sifat varietas modern. PTP dalam pendekatan ini tidak terbatas pada lingkungan tertentu atau konteks pasar tertentu, tetapi merupakan paduan proporsional antara kedua faktor tersebut.

Aplikasi SVP maupun PTP umumnya masih pada tahap petani memberikan umpan balik terhadap populasi segregasi yang dikembangkan oleh pemulia formal (Sperling et al., 2001). Hal ini karena fokus pemuliaan masih pada produksi bagi kecukupan setempat dimana petani masih dianggap subsisten. Kedepan, dimana pola pertanian sudah berorientasi pasar, maka tuntutan standar mutu menjadi sejajar dengan tuntutan produksi, maka umpan balik konsumen menjadi sejajar dengan umpan balik dari petani produsen. Pemulia berperan sebagai jembatan antara konsumen dan produsen, sehingga tuntutan pasar dapat dicapai dengan kondisi agroklimat dan sistem budidaya setempat.


Pada tanaman hortikultura, termasuk buah dan sayur, dimana produk yang dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan yang dipasarkan, PTP harus diartikan sebagai upaya pemuliaan untuk memenuhi kriteria mutu standar pada kondisi lingkungan setempat, kolaborasi yang harus terlibat menjadi meluas dibandingkan konsep PTP yang awal diperkenalkan oleh Witcombe et al. (1996).



Daftar Pustaka



Almekinders, C.J.M. and A. Elings. 2001. Collaboration of farmers and breeders: Participatory crop improvement in perspective. Euphytica 122: 425– 438.

Anne Elings, A., C.J.M. Almekinders and P. Stam. 2001. Introduction: Why focus the thinking on participatory plant breeding? Euphytica 122: 423– 424.


Byerlee, D. and T. Husain, 1993. Agricultural research strategies for favored and marginal area: the experience of farming systems research in Pakistan. Expl Agric 29: 155–171.

Ceccarelli, S., S. Grando, E. Bailey, A. Amri, M. El-Felah, F. Nassif, S. Rezgui and A. Yahyaoui. 2001. Farmer participation in barley breeding in Syria, Morocco and Tunisia. Euphytica 122: 521–536.

Cooper, M., S. Fukai & L.J. Wade, 1999a. How can breeding contribute to more productive and sustainable rained lowland rice systems? Field Crops Res 64: 199–209.

Joshi, K.D., B.R. Shapit and J.R. Witcombe, 2001. How narrowly adapted are the products of decentralised breeding? The spread of rice varieties from a participatory plant breeding program in Nepal. Euphytica 122: 589–597.

Kornegay, J., J.A. Beltran and J. Ashby, 1996. Farmer selections within segregating populations of common bean in Colombia. In Eyzaguirre, P.and M. Iwanaga (Eds.), Participatory Plant Breeding, Proc Workshop on Participatory Plant Breeding, Wageningen, the Netherlands. pp. 151–159.

Lilja, N., J.A. Ashby and L. Sperling. 2000. Assessing the impact of participatory research and gender analysis. CGIAR System wide Program on Participatory Research and Gender Analysis for Technology Development and Institutional Innovation. CIAT, Colombia, Cali. 352 pp.

Maurya, D.M., A. Bottrall and J. Farrington, 1988. Improved livelihoods, genetic diversity, and farmer participation: A strategy for rice breeding in rainfed areas of India. Expl Agric 24: 211–320.

McGuire, S., G. Manicad and L. Sperling, 1999. Technical and institutional issues in participatory plant breeding: from the perspective of farmer plant breeding. CGIAR Systemwide Program on Participatory Research and Gender Analysis for Technology Development and Institutional Innovation. Working Document No. 2, October 1999. Cali, 87 pp.

Monyo, E.S., S.A. Ipinge, G.M. Heinrich E. Chinhema. 2001. Participatory Breeding: Does It Make A Difference? Lessons from Namibian Pearl Millet Farmers. In: N. Lilja, J.A. Ashby, L. Sperling and A.L. Jones (eds). Assessing the Impact of Participatory Research and Gender Analysis. CGIAR. pp. 198-207.


Sperling, L. and J.A. Ashby, 1999. Moving Participatory Breeding Forward: The next steps. In: M. Collinson (Ed.), History of Farming Systems Research, London, CABI. 15 pages.

Sperling, L., J.A. Ashby, M.E. Smith, E. Weltzien and S. McGuire. 2001. A framework for analyzing participatory plant breeding approaches and results. Euphytica 122: 439–450,

Weltzien, E., M. Smith, L.S. Meitzner and L. Sperling, 1999. Technical and institutional issues in participatory plant breeding – from the perspective of formal plant breeding: A global analysis of issues, results and current experience. CGIAR Systemwide Program on Participatory Research and Gender Analysis for Technology Development and Institutional Innovation. Working Document No. 3, October 1999. Cali, 118 + IVIII pages.

Witcombe, J.R., A. Joshi, K.D. Joshi and B.R. Sthapit, 1996. Farmer participatory crop improvement: I. Varietal selection and breeding methods and their impact on biodiversity. Exp Agric 22: 443–460.

Witcombe, J.R. and D.S. Virk. 2001. Number of crosses and population size for participatory and classical plant breeding. Euphytica 122: 451–462.

Dari: Pusat Kajian Buah Tropika IPB
rusnasbuah.or.id


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Satori


" Satori is the Japanese word for enlightenment in the Zen Buddhist tradition, but you may have heard of one of its other names: "oh" in Korean, "wù" in Chinese. The final goal of Zen is that one might, in a flash, perceive the world in an entirely new and complete way. To this level of understanding, to this grasp of the infinities of the universe, to this peace, Zen Buddhists aspire.
When experienced briefly, it may be called Kensho; a momentary flash of greater conception of the whole. But fleeting glimpses of the greatness of the universe do not mean enlightenment. One must build on these experiences, and through practice and repetition, learn to not only sustain such vision, but alter one's way of perception. This is Satori. As the parable tells us, attaining Satori is like learning to walk. A baby takes a few steps (Kensho) but falls; eventually he learns to stand and walk without falling (Satori).

Enlightenment does not simply befall an individual; Zen tradition teaches us to aspire to be enlightened. One's mind must be prepared by thorough study, the use of koans (zen riddles), and mediation to clear one's mind of all attachments to the physical. When Satori comes, it may be brief. It will be at first shallow. Like wading into a lake, each new step brings greater depth of understanding.

The feeling of enlightenment is one of the comprehension of the boundlessness of all creation. It is a feeling of peace and serenity with the natural harmony and beauty of the universe. What is to happen will happen, must happen, has always happened. Even when individual agents contribute to a greater whole with their own intentions, they are but servants to a greater order which they cannot control. To understand this great and mysterious order is Satori. "



[+/-] Selengkapnya...

Read More..

PEMULIAAN PADI, TANPA MEMAHAMI ILMU GENETIKA MUNGKINKAH?

Oleh: Sumarno


Petani sebagai pemulia tanaman sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Menyilangkan dua tanaman sejenis yang memiliki sifat berbeda, dengan tujuan memperoleh gabungan sifat baik dari kedua tetua yang disilangkan, sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama pada anggrek; anthurium; aglaonema; dan berbagai jenis tanaman hias.
Dari para penyilang (breeder) kreatif tersebut berhasil mendapatkan varietas atau strain baru, yang memiliki sifat baru berbeda dari tetuanya. Beberapa varietas baru hasil silangan pemulia amatir tersebut secara tidak resmi telah diberi nama komersial dan diperjual-belikan sebagai hibrida. Pemulia anggrek yang paling produktif di Indonesia adalah petani anggrek, bukan peneliti pemulia formal. Bahkan pada tanaman tulip, varietas yang paling mashur karena warna bunganya hitam, dibuat oleh petani tulip di Belanda, bukan oleh peneliti tulip.

Mendapat inspirasi dari keberhasilan memperoleh “jenis” baru berasal dari persilangan pada tanaman anggrek, anthurium dan tanaman lain yang dibiakkan secara vegetatif, lantas beberapa orang berinisiatif menyilangkan padi untuk membuat varietas baru yang lebih unggul. Sudah barang tentu ide menyilangkan padi untuk membuat varietas unggul baru syah sekali, dan tidak ada peraturan yang melarang. Masalahnya, apabila pemulia petani yang ingin mandiri, tetapi tidak memahami dasar-dasar ilmu genetika, mungkinkah mereka berhasil membuat varietas unggul padi yang benar-benar unggul? Tanaman padi sangat berbeda cara pembiakannya dibandingkan dengan anggrek atau anthurium, atau ubi kayu, ubi jalar dan tebu. Pada tanaman yang dibiakkan secara vegetatif, tanaman hibrida dapat digandakan melalui stek, anakan, cangkok, atau kultur jaringan untuk dijadikan bibit (benih), sehingga hasil silangan dapat langsung dikembangkan sebagai varietas. Tidak demikian halnya dengan tanaman padi yang dibiakkan melalui biji.

Biji Silangan Padi
Biji hasil silangan padi, yang dihasilkan secara manual, tentu jumlahnya sangat sedikit, mungkin hanya 10-50 biji. Biji hibrida ini tidak mungkin untuk benih bagi areal yang luas, karena setiap ha memerlukan sekitar 400.000-500.000 biji gabah sebagai benih.
Untuk dapat mencapai jumlah biji (benih) yang sangat banyak tersebut, biji hibrida tidak lantas diperbanyak begitu saja, karena turunan persilangan pada generasi ke 2 dan seterusnya akan menghasilkan tanaman campuran, berasal dari pemisahan gen-gen pada generasi ke 2, ke 3, ke 4 hingga ke 6. Di samping itu, tidak semua tanaman turunan silangan tadi sifat-sifatnya lebih baik dibanding tetuanya. Di sinilah perlunya seorang pemulia padi memiliki dasar pemahaman ilmu genetika.

Setiap mahasiswa yang belajar ilmu pemuliaan akan diuji dengan pertanyaan-pertanyaan tentang: berapa banyaknya tanaman harus dipelihara pada generasi ke 2 agar terdapat peluang 95% memperoleh tanaman yang mengandung gabungan sifat genetik dari tetua yang disilangkan. Banyaknya populasi ideal generasi ke 2 sangat tergantung dari banyaknya gen-gen yang mengatur sifat-sifat yang akan digabungkan. Semakin banyak kombinasi sifat-sifat yang diinginkan, akan semakin besar jumlah tanaman generasi ke dua harus ditanam untuk dipilih. Permasalahan yang sama juga berlaku untuk populasi tanaman generasi ke 3; ke 4; ke 5 dan ke 6, sebelum dibuat galur murni sebagai calon varietas.

Jadi apabila pada generasi ke 2; ke 3; ke 4 atau ke 5 masing-masing hanya dipelihara 10 hingga 100 batang, akan terjadi kehilangan sifat-sifat yang dicari. Dengan menggunakan rumus, banyaknya tanaman yang harus dipelihara pada generasi ke 2 hingga ke 6 menjadi sekitar 300 hingga 600 tanaman (batang), tergantung metoda seleksi yang dipergunakan. Apabila galur sudah mantap pada generasi ke 7 atau ke 8, baru dipilih “tanaman ideal” yang memiliki sifat gabungan dari kedua tetuanya. Galur terpilih ini perlu diuji toleransi atau ketahanannya terhadap hama utama seperti wereng coklat dan penyakit kresek. Hanya galur yang memiliki tingkat ketahanan saja yang dapat diteruskan untuk uji daya hasil dan uji adaptasi.

Deptan.go.id


[+/-] Selengkapnya...

Read More..