WILUJENG SUMPING DI SITUS SATORI Poenya

12.31.2008

Jangan Salahkah Anak kalau Konsumtif

MEMBELI barang yang diperlukan anak, sah-sah saja. Namun, kalau orangtua lantas menuruti kemauan anak untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan, tentu saja tidak baik. Ini sama artinya mengajarkan pola hidup konsumtif kepada mereka.

Aspek sosial menjadi bagian dari perkembangan balita. Bertemu dan berhubungan dengan orang lain di luar rumah merupakan pembelajaran atas hubungan interpersonal. Begitu pula saat anak mulai masuk sekolah dan bertemu dengan teman baru, kemampuan interaksinya pun ikut berkembang.

Interaksi dengan teman baru membawa banyak pengaruh. Salah satunya adalah pengaruh atas benda yang digunakan oleh sang teman. Anak lantas menginginkan barang tersebut. Katakanlah tas sekolah model Barbie atau tempat minum dengan gambar Winnie the Pooh. “Wabah” beyblade (dulu kita menyebutnya gasing) atau crush gear (mobil-mobilan) juga bisa diambil sebagai contoh.

Keadaan ini bisa terjadi pada anak. Sebab, saat di rumah, orangtua tidak mempunyai benda seperti itu. Di situlah kemampuan interpersonal anak dengan orang lain dimulai.

“Tapi, saya tidak melihat bahwa sifat konsumtif benar-benar dimulai dalam diri anak. Sebetulnya lebih ke sifat ingin memiliki sesuatu yang sama dengan temannya agar bisa menjadi bagian dari mereka,” papar Dra Rose Mini Adi Prianto, MPsi, psikolog dari Fakultas Psikologi UI.

Perlu siasat
Hal itulah yang kemudian membuat anak meminta ini-itu. Pada tahap ini, anak memang sedang menikmati hubungan interpersonalnya. Barang atau benda yang diminta kadang-kadang digunakan sebagai agen untuk bisa berhubungan dengan orang lain.

Kalau kemudian orangtua tidak memberi penjelasan atau pengertian kepada anak tentang kepentingan barang-barang tersebut, itu yang tidak tepat. Sebab, anak juga tidak harus selalu mendapatkan barang yang diinginkan, terutama bila harganya cukup mahal.

Orangtua sebenarnya bisa menyiasati dengan mencari alternatif lain. Saat anak Romi, panggilan akrab Rose Mini, duduk di bangku TK (sekarang sudah kuliah semester pertama) sudah diperkenalkan dengan perilaku tidak konsumtif.

Kala teman-temannya menggunakan beraneka ragam tas, Romi membuat tas dari kain sebagai peranti untuk membawa bekal makanannya. “Orangtua harus pintar menanamkan hal-hal seperti itu. Bagi anak, sesuatu yang paling bagus adalah yang bisa membuatnya bahagia. Dan tas itu membuat anak saya bahagia dan bangga,” kenang Romi.

Perilaku konsumtif pada anak lebih karena faktor lingkungan. Anak tidak bisa mengembangkan sikap bahwa apa yang dimilikinya juga menarik. Padahal, sikap tersebut akan membuat anak lebih menghargai apa yang dimilikinya. Bahkan, ia juga bisa menjadi trendsetter di kalangan teman-temannya. Tas buatan Romi kemudian malah ditiru oleh teman-teman anaknya.

Menempatkan sesuatu sesuai dengan manfaat maupun fungsinya akan membuat anak mengerti. “Ajarkan anak untuk mengenal benda yang diinginkan berdasarkan fungsinya,” kata psikolog yang pernah menjadi mentor saat Akademi Fantasi Indosiar berlangsung.

Jelaskan manfaatnya
Romi lantas mencontohkan tas sekolah dengan model seperti koper. “Karena kurikulum kita seluas samudera, akhirnya anak membawa tas koper untuk bisa membawa buku pelajaran,” ujarnya. Aneka ragam model tas koper pun ditawarkan. Akibatnya, anak tidak melihat tas sebagai fungsi, melainkan modelnya.

Mereka saling memamerkan tas. Roda tas yang lebih besar dianggap lebih menarik. Padahal, semakin besar roda, akan semakin sulit bagi anak untuk membawa tas tersebut naik tangga. Hal inilah yang harus dijelaskan kepada anak.
Penjelasan yang diberikan pun harus dengan pola pikir yang sederhana.

Menjelaskan kepada anak memang harus mengena. Orangtua tidak semata-mata bilang “tidak” untuk menahan anak agar tidak membeli tas seperti yang dimaksud. Begitu juga kalau dikatakan bahwa tas seperti itu tidak ada manfaatnya.

Hal tersebut tidak bisa masuk dalam pola pikir anak. Kalau tas tersebut tidak boleh beli dan tidak ada manfaatnya, kenapa dijual? “Orangtua harus berbicara apa adanya kepada anak. Katakan kenapa orangtua tidak setuju untuk membelinya. Anak pasti mengerti,” lanjutnya.

Tidak benar, menurut Romi, anggapan bahwa anak tidak akan mengerti bila diajak berkomunikasi. Sebaliknya, orangtualah yang selalu membuat anak tidak mengerti. Padahal, jika orangtua berbicara sesuai dengan kapasitas kemampuan, lewat penjabaran yang lebih sederhana, anak pasti mengerti.

Jangan mendua
Perilaku konsumtif juga bisa terlihat dari kebiasaan anak membeli barang secara terus-menerus. Walaupun sudah bertumpuk di rumah, anak tetap merengek minta mainan saat berjalan-jalan di pertokoan.

Mungkin, jika dilihat dari harga, mainan yang diminta cukup murah. Namun, menjadi tidak baik bagi anak kalau orangtua membelikannya terus-menerus karena faktor murah tadi. “Ini juga konsumtif,” kata pengajar di Program Pascasarjana Fakultas Psikologi UI.

Bila seperti itu keadaannya, orangtua juga harus membuat perencanaan. Anak perlu diberi pengertian membeli mainan cukup satu bulan sekali. Hal ini akan membuat mereka belajar untuk tidak konsumtif.

Sayang, orangtua terkadang tidak konsisten dengan apa yang dikatakan. Ada yang tidak membolehkan membeli mainan saat harganya masih mahal. Namun, begitu harganya turun, mereka memperbolehkan anak membelinya. Berarti, orangtua bersikap mendua. Sikap ini tidak baik bagi orangtua maupun anak. Sebab, anak akan merasa orangtua pasti akan membelikan barang tersebut.

Dimulai dari orangtua
Kebiasaan minta dibelikan mainan atau sesuatu secara terus-menerus bukan semata-mata disebabkan oleh si anak. Dra Rose Mini Adi Prianto, MPsi, staf pengajar Program Pascasarjana Fakultas Psikologi UI, tidak percaya hal itu. “Saya lebih percaya bahwa tindakan anak yang seperti itu karena ada perlakuan dari orangtuanya,” tutur Romi, panggilan akrabnya.

Rasa bersalah karena orangtua bekerja dan meninggalkan anak di rumah dalam waktu lama kerap menjadi alasan. Itu sebabnya, saat pergi bersama anak ke pusat perbelanjaan, dengan ringan orangtua akan membelikan sesuatu yang diinginkannya.

Benarkah anak pasti senang dengan barang yang dibeli tersebut? “Mungkin hanya sebentar saja,” ujarnya. Justru yang disenangi adalah momen saat itu, saat pergi bersama ayah dan ibunya.

Kalau sudah begitu, orangtua jangan terlalu asyik dengan dirinya sendiri atau asyik melihat barang-barang. Berikan kondisi yang membuat anak bahagia dengan kehadiran Anda sebagai orangtua. Kondisi ini akan memberi nilai plus. Nilainya jauh lebih banyak dibandingkan dengan hanya membelikan barang yang dimintanya.

Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah mengubah paradigma berpikir orangtua, terutama saat akan pergi jalan-jalan. Anak yang terbiasa pergi ke mal atau pusat perbelanjaan dan merengek minta dibelikan sesuatu, tidak bisa diberi pengertian pada saat kejadian, tetapi jauh sebelum itu.

Sebelum bepergian, orangtua harus berbicara terlebih dahulu kepada anak. Anak harus diberi kondisi: apa yang diinginkan anak pada bulan itu? Beri pengertian bahwa anak hanya bisa membeli barang satu kali dalam sebulan dengan skala prioritas. Dengan begitu, anak diajak untuk berpikir. Patron dalam pikirannya sudah jelas. Jadi, saat merengek, anak diingatkan kembali akan janji yang sudah dibicarakan sebelumnya.

Saat akan pergi, biasakan untuk berbicara terlebih dahulu dengan anak. Katakan bahwa pada saat itu Anda hanya ingin membeli sayuran dan buah. Untuk itu Anda harus konsisten. “Jangan kemudian Anda membeli bedak, baju, dan sepatu. Itu tidak konsisten namanya. Sebab, nanti anak akan berpikir, ‘Lho kok ibu boleh beli, aku enggak?’” kata Romi.

Yang penting, orangtua tetap membeli sesuai dengan apa yang dikatakan. Kalaupun anak ingin wortel atau apel, Anda bisa mengizinkan karena itu bagian dari sayur dan buah. Namun, jika anak ingin es krim, Anda bisa menolak. Meski terlihat ekstrem, hal tersebut akan membuat anak mengerti. Anak akan lebih paham bahwa berbelanja tidak bisa ngaco!

Selain berbelanja, orangtua juga hendaknya tidak berperilaku konsumtif di rumah. Jangan sampai ayah maupun ibu mempunyai sepatu lebih dari 20 pasang. Sebab, hal tersebut akan membuat anak tidak merasa ragu untuk memohon dibelikan sepatu juga, meski jumlahnya sudah lebih dari selusin.

Memberi alasan dengan benar saat akan membeli barang juga bisa membuat anak mengerti. Misalnya, orangtua harus membeli sepatu lagi karena yang lama sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Contoh lain, menggunakan kertas bekas. Bagian belakangnya masih bisa digunakan corat-coret anak. Dari situ anak akan terbiasa memakai barang yang bisa didaur ulang atau berhemat.

Hal-hal seperti itu bisa diajarkan di rumah. Anak akan melihat yang dikerjakan sehari-hari oleh orangtuanya. Apalagi, saat anak berusia 0-5 tahun, segala hal yang terjadi di rumah akan mudah diserap. Pada masa itu anak akan mengumpulkan berbagai pengalaman.

Kalau orangtua bertindak konsumtif, bukan tidak mungkin anak akan menyerap dan mengingat pengalaman tersebut. Dengan kata lain, rumah juga menjadi tempat untuk membiasakan anak agar tidak bertindak konsumtif.

Diana Yunita Sari – kompas.com


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

12.30.2008

Dongkrak Nilai Jual Singkong dengan Teknologi Pengolahan Gula Cair

Selain sebagai bahan pangan, setidaknya singkong mempunyai nilai tambah lain, yaitu diolah menjadi tepung gula dan gula cair. Teknologi pengolahannya pun sudah tersedia, demikian dinyatakan Nur Richana, peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen). Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknologi tersebut dapat memberikan peluang usaha untuk meningkatkan nilai jual singkong. Banyak industri makanan seperti permen, kembang gula, minuman, biskuit, dan ice cream memanfaatkan gula cair ini, karena rasanya lebih manis dari gula tebu.

Mudah tumbuhnya singkong (ubi kayu) merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa bagi bumi nusantara. Melalui batangnya (stek) yang ditancapkan ke dalam tanah, dalam kurun waktu sembilan bulan, dapat dihasilkan umbi sebagai penghasil pangan. Kendati demikian, masih banyak anggapan bahwa bila menanam bahkan mengkonsumsi singkong identik dengan kemelaratan, nelangsa dan kekurangan pangan. Pandangan ini yang perlu diluruskan. Apalagi pada saat kekeringan di musim kemarau, singkong masih dapat tumbuh dengan baik walaupun dengan sedikit air. Lain halnya dengan tanaman padi yang tergantung pada ketersediaan air.

Karena pandangan yang kurang tepat itulah, banyak petani di berbagai daerah kurang tertarik membudidayakan singkong sebagai komoditas unggulan. Di samping itu nilai jual singkong yang relatif rendah dibandingkan dengan komoditas lain turut berperan dalam keengganan petani menanam singkong. Memang banyak wilayah lain yang membudidayakan singkong, tetapi bukan merupakan komoditas utama. Lampung sebagai daerah penghasil singkong terbesar, masih banyak dijumpai belum secara intensif dalam membudidayakannya. Hasil yang dicapai oleh petani tersebut rata-rata masih 11-17 ton/ha. Padahal dalam skala penelitian, budidaya singkong bila dilakukan secara intensif dengan memberikan pupuk kandang dan pupuk an-organik dengan sistem tanam double row dapat mencapai hasil 50 – 60 ton/ha.

Untuk mendongkrak nilai jual singkong pada saat panen raya, serta meningkatkan prestise komoditas tersebut, teknologi pengolahan singkong menjadi gula cair dalam skala pedesaan telah tersedia. Teknologi ini bahkan dapat dioperasikan oleh kelompok tani dengan mudah. Bahan baku untuk pengolahan gula cair tersebut berasal dari tepung tapioka kering, bahkan dapat diolah dari pati yang basah sekalipun, setelah melalui proses enzimatis. Bioreaktor sederhana skala 100 liter mampu mengkonversi 40 kg pati basah (kadar air 40%) menjadi 21-25 kg gula cair dalam 3 hari proses. Semakin besar kapasitas peralatan, semakin ekonomis biaya produksinya.

Paling tidak bila usaha pengolahan gula cair dari singkong ini dapat beroperasi dan berkembang di sentra-sentra penghasil singkong, dapat mengurangi impor gula cair. Harapan yang lebih luas lagi dapat memasok industri makanan dan minuman. Yang menjadi catatan, petani tebu tak perlu khawatir tergeser, karena gula pasir mempunyai segmen tersendiri, bahkan tidak dapat tergantikan dengan gula cair bila untuk minum teh dan kopi panas.

.litbang.deptan.go.id



[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Optimisme Dalam Berdoa

Rasulullah SAW bersabda, ''Apabila seorang di antara kamu berdoa, janganlah dia berkata, 'Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau sudi.' Tetapi, bersungguh-sungguhlah dalam memohon. Dan, mohonlah perkara-perkara yang besar dan mulia (surga atau pengampunan) karena Allah tidak ada sesuatu pun yang besar bagi-Nya dari apa yang telah dianugerahkan.'' (Shahih Muslim No 4838).

Berdoa ibarat pedang bagi seorang Muslim. Ia menjadi alat pelindung bagi siapa pun yang memerlukan. Sederhananya, doa adalah alat untuk menjembatani semua pengharapan dan permintaan hamba pada Tuhannya. Layaknya sebuah bahasa, doa adalah salah satu jenis percakapan antara hamba dan Tuhannya. Ia menghubungkan ketidakberdayaan hamba dan kemahakuasaan Allah. Tentu saja, karena begitu sakralnya, doa berbeda dengan percakapan umumnya. Ia memiliki tata cara, adab, serta etika yang harus dilakukan. Salah satu etika yang harus dilakukan dalam berdoa adalah optimisme dalam berdoa.

Rasulullah melarang kita untuk berdoa dengan lafal yang menunjukkan pesimisme seperti dalam hadis di atas. Walau bisa jadi pelafalan doa itu bermaksud untuk menunjukkan ketidakberdayaan seorang hamba, jangan sampai membuat nuansa bahwa Allah tidak memiliki kehendak untuk mengabulkan apa pun.

Optimisme dalam berdoa pun sering kali ditunjukkan pula dengan seberapa penting dan besar sesuatu yang diminta. Islam mengajarkan etika kepada kita agar meminta dan berharap akan perkara-perkara yang besar, seperti pengampunan dosa dan pengharapan surga. Hal itu menunjukkan seorang hamba mengerti bahwa doa merupakan dialog penting untuk meminta dan berharap hal-hal yang penting pula.

Tidak semua masalah harus dikemukakan. Namun, berharap agar bisa menyelesaikan masalah adalah lebih baik. Tidak semua harapan diutarakan, tetapi meminta agar merasa cukup adalah lebih baik. Sederhananya, setiap hamba memiliki kebutuhan dan harapan, tetapi tidak setiap kebutuhan dan harapan layak untuk dijadikan permintaan dalam berdoa. Begitulah semangat optimisme berdoa yang harus dibangun sehingga nuansa berdoa tidak hilang karena pesimisme kita atau karena kerdilnya permintaan-permintaan kita. Wallahu a'lam.




Sumber : REPUBLIKA, Hikmah

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Pemanfaatan Tanaman Obat Belum Maksimal

Meskipun terbuat dari bahan-bahan alami, herbal tidak boleh digunakan sembarangan karena mengandung zat kimia yang bisa meracuni tubuh.

Sekitar 30.000 jenis tanaman obat Indonesia ternyata belum dimanfaatkan dengan maksimal. Padahal, menggunakan obat alami, selain lebih aman juga lebih murah, namun berkualitas sama seperti obat modern berupa pil, tablet atau yang lazim dikonsumsi masyarakat.


"Dengan obat alami, setiap orang hanya mengeluarkan biaya sampai sepersepuluhnya dibanding berobat secara modern," ungkap pimpinan PT. Martina Berto, Martha Tilaar di Bekasi, Senin(1/12).

Martha mencontohkan, ketika wanita didaulat mengalami kemandulan atau kecil kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Banyak wanita yang lebih memilih pengobatan melalui dokter di rumah sakit, bahkan sampai harus keluar negeri demi mendapat kesembuhan.

Padahal, pengobatan alami yang bahannya terdapat di Indonesia telah ditemukan dan berhasil ketika diterapkan kepada pasien. Obat tersebut bernama pulandari yang ternyata hanya berupa ramuan dari tanaman jenis kacang-kacangan.

Hingga saat ini, upaya kampanye penggunaan obat alami masih rendah sehingga pemanfaatannya terus stagnan tanpa perkembangan berarti.

Maka dari itu, penelitian secara ilmiah ataupun farmasi harus ditingkatkan, apalagi kemajuan teknologi saat ini memungkinkan upaya tersebut. Selanjutnya, kearifan budaya khususnya bagi masyarakat yang melestarikan pengobatan alami harus didata dan didokumentasikan.

Tujuannya, agar berbagai manfaat tanaman obat dapat semakin banyak teridentifikasi dan secepatnya diimplementasikan kepada masyarakat.

"Paling terpenting, pola pikir masyarakat perlu dirubah mengenai obat alami. Setiap orang harus dikeluarkan dari ketergantungan terhadap obat modern, dengan mempertimbangkan menggunakan obat alami," tambah Martha.

Kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Hutan Dirambah, Tanaman Herbal Punah

Aktivitas perambahan hutan di Kalimantan Tengah yang hingga kini terus terjadi semakin mengancam keberadaan sejumlah tanaman obat tradisional masyarakat dayak.

"Keberadaan tanaman tradisional yang kerap dijadikan obat alami bagi masyarakat dayak makin terancam dengan banyaknya perambahan wilayah hutan," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Mega Hariyanto, di Palangka Raya, Rabu.

Menurut Mega, sejumlah tanaman obat yang kerap digunakan masyarakat untuk pengobatan tradisional seperti bunga kantung semar, buah ulin, dan sarang semut, di beberapa daerah semakin jarang dijumpai.

Padahal tanaman itu selama ini dikenal memiliki khasiat untuk mengobati penyakit, seperti air dalam kantong semar yang masih tertutup, dapat menjadi obat batuk kronis.

Sedangkan buah ulin dapat digunakan untuk menghitamkan rambut, dan sarang semut biasa dimasak oleh masyarakat dayak untuk menyembuhkan penyakit diabetes dan sejumlah penyakit lain.

Perambahan hutan yang mengancam tanaman tradisional itu, kata Mega, disebabkan oleh konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit, dan aktifitas penebangan kayu dalam hutan baik legal maupun ilegal.

"Nilai kayu terhadap fungsi hutan berdasarkan sejumlah penelitian tidak lebih dari lima persen, karena sebagian besar lagi fungsi hutan berasal dari nonkayu seperti lingkungan hidup, oksigen, termasuk juga obat-obatan tradisionnal," jelasnya.

Mega mengemukakan, kehancuran ekosistem hutannya berdampak pula pada hilangnya tanaman-tanaman obat tradisional, sedangkan minat masyarakat untuk budidaya tanaman obat tradisional masih sangat rendah.

BKSDA Kalteng pada tahun 2002 lalu sempat melakukan inventarisasi sejumlah tanaman obat tradisional yang tumbuh di hutan Kalteng.

Selain itu, sejumlah peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) dalam tahun ini juga sempat melakukan riset terhadap potensi hutan non kayu yang berkaitan dengan obat-obatan.

"Tapi semuanya informasi masih memerlukan penelitian lanjutan dan mendalam untuk mencari solusi bagi kelestariannya," tambahnya.

Antara.co.id

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Perkembangan Pertanian dari Zaman ke Zaman

Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan, merupakan zaman yang turut menentukan sistem pertanian kuno. Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan jutu tulis-juru tulis.

Penciptaan surplus sosial menyebabkan terjadinya lembaga ekonomi berdasar peperangan dan perbudakan. Administrasi untuk surplus yang harus disimpan mendesak kebutuhan sistem akuntansi. Pemecahan masalah ini datang 6.000 tahun yang lalu dengan terciptanya tulisan-tulisan yang merupakan awal kebudayaan. Kebudayaan Mesopotamia bertahan untuk beribu tahun di bawah banyak pemerintahan yang berbeda. Pengaruhnya, walaupun sukar didefinisikan secara tepat, memancar ke Siria dan Mesir dan mungkin juga ke India dan Cina.

Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia, Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebun-kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman.

Pengetahuan tentang pertanian kuno di mana pun tidak lebih banyak dari pada di Mesir, di mana pasri yang bertiup dari gurun memelihara data dan catatan dari zaman yang menakjubkan. Walaupun lembah Nil telah mendukung manusia sekurang-kurangnya 20.000 tahun, di duga perkembangan pertaniannya yang mendorong perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah mediteran.

Kebudayaan Mesir jaya, yang berpengaruh pada kebudayaan-kebudayaan Barat sekarang, adalah makmur dalam keberlimpahan pertanian yang dimungkinkan oleh kebanjiran Sungai Nil yang menyuburkan tanah kembali. Orang Mesir adalah akhli dalam mengembangkan teknik drainase dan irigasi. Drainase yaitu pembuangan kelebihan air, merupakan tuntutan di daerah seperti lembah Nil; hal ini meminta pengembangan lereng-lereng lahan dan pembuatan sistem pengangkutan serta saluran air yang efisien. Irigasi yaitu pemberian air pada tanaman secara buatan, menyangkut penadahan, pengantaran dan pemberian air. Masalah drainase dan irigasi saling menjalin; pemecahannya oleh orang Mesir dengan membangun serentetan parit untuk menyimpan air dan saluran yang melayani kedua tujuan tersebut. Orang Mesir mengembangkan teknik menaikkan air, yang masih dipakai sekarang. Penemuan yang utama adalah shaduf, yang memungkinkan menaikkan 2.250 liter air setinggi 1.8 m tiap hari kerja pria.

Teknologi pengolahan tanah dapat dilacak lewat perbaikan cangkul. Cangkul asalnya dari suatu tongkat bercabang yang lancip dan digunakan dengan gerakan memotong. Bajak kuno juga hanya merupakan cangkul yang ditarik manusia (belakangan oleh hewan) untuk menggaruk permukaan tanah, dan masih banyak digunakan kini di banyak bagian dunia. Kemudian bajak diperbaiki dengan penemplean besi di bagian yang besinggungan dengan tanah dan dengan konstruksi yang lebih kuat dan efisien. Orang-orang Mesir menggunakan berbagai alat potong pada waktu panen, salah satunya adalah arit yang merupakan alat yang paling baik ketika itu.

Orang Mesir mengembangkan berbagai teknologi yang berhubungan dengan seni masak - industri keramik, pemanggangan, pembuatan anggur dan penyimpanan pangan. Cara-cara penyimpanan termsuk fermentasi, pembuatan acar, pengeringan, pengasapan dan pemberian garam. Banyak tanaman dibudidayakan untuk serat, minyak dan tujuan-tujuan industri lain; papirus untuk kertas, jarak untuk minyak, pinus untuk malam (lilin). Mereka menciptakan jamu-jamuan yang pertama, koleksi tanaman obat, dan industri rempah-rempah, wangi-wangian dan kosmetik.

Sepanjang Sungai Nil diciptakan kebun-kebun formal luas, penuh dengan tanaman-tanaman hias eksotik dan kolam kolam berisi ikan dan teratai. Di kebun buah (orchard), kurma, anggur, ara, lemon dan delima diusahakan. Kebun sayur berisi ketimun, articoke, bawang putih, perai, bawang bombay, slada, menta, endewi, cikori, logak, dan berbagai labu.
Kebudayaan Mesir bertahan selama 35 abad, dan kemudian pelaut-pelaut phoenicia meneruskan warisan teknologi Mesopotamia dan Mesir ke kepulauan Yunani yang sedang muncul.

Yunani.
Walaupun orang-orang Yunani hanya sedikit menambah kemahiran praktek, sikap analitik dan keingintahuannya terhadap alam benda memberi pengaruh besar pada kemajuan teknolgoi di masa datang. Ilmu Botani berasal dari pikiran Yunani zaman itu. Dua buah tulisan terkenal, History of plants dan Causes of Plants dari Theopratus murid Aristoteles mempengaruhi Ilmu Botani hingga abad 17. Dia dipandang sebagai Bapak Ilmu Botani. Tulisan tersebut mencakup judul-judul yang beraneka ragam seperti morfologi, klasifikasi, pembiakan dengan biji dan secara vegetatif, geografi tumbuhan, kehutanan, horikultur, parmakologi, hama dan bau serta rasa tanaman. Diperbincangkan sebanyak 500 tanaman liar dan tanaman pertanian. Dia membedakan Angiospermae dan Gymnospermae, Monokotil dan Dikotil, membahas pembentukan lingkaran tahun dan cara-cara mengumpulkan damar (resins) dan ter. Bahkan membahas penyerbukan pohon kurma betina dengan bunga-bunga dari pohon jantan yang tak berbuah. Hal ini merupakan pengetahuan kelamin pada tanam, sesuatu yang lama menghilang dan baru diketahui lagi 2.000 tahun berikutnya.

Cendekiawan Yunani ternyata tak mampu bertahan secara politik. Persaingan dan peperangan antar kota membawa ke kejatuha oleh tentara Macedonia. Ada yang melacak kejatuhan Yunani pada akibat peningkatan populasi pada merosotnya sumber-sumberdaya alam baik oleh peperangan maupun oleh kebusukan dari dalam. Kelihatan bahwa dasar pertanian Yunani tak cukup untuk menyokong kebudayaan yang selalu tumbuh.
Kebudayaan Yunani diserap oleh bangsa baru ke barat. Kekaisaran Romawi, berbeda dengan Yunani, dibangun dari dasar sumberdaya alam yang kokoh kuat. Kebalikan dari bangsa Yunani, bangsa Romawi sangat tertarik pada aspek praktis dari pertanian. Pertanian merupakan bagian penting dari ekonomi dan urusan yang sungguh-sungguh. Sumber penghasilan utama dari Romawi adalah pajak tanah; perundang-undangannya yang paling penting berurusan dengan rencana agraria; kekayaan besar diinvestasikan pada lahan pertanian. Romawi tumbuh ke kejayaan pada landasan teknologi pertanian yang sehat dan berfungsi. Sewaktu mereka menaklukkan, mereka membangun suatu kebudayaan yang asalnya Yunani tetapi pelaksanaannya secara Romawi.

Walaupun orang Romawi hanya memiliki sedikit ide asli, akan tetapi mereka terkenal betul betul memperbaiki yang mereka temukan. Tanda perdagangan yang bertahan lama adalah jalan-jalan dan jalan air. Orang-orang Romawi berpikiran moderan, beradab dan berpusat ke kota, tetapi bisnis dan kecenderungannya terikat pada tanah.
Praktek pertanian Romawi dibukukan secara baik. Tulisan mengenai pertanian yang pertama adalah De agricultura karangan Marcus Porceus Cato (234 - 149 SM), yang menulis aspek-aspek praktis dari pengelolaan tanaman dan ternak, terutama mengenai keuntungan. Asal-usul filosofi desa ditemui dalam kesimpulannya bahwa petani bukan hanya penduduk yang terbaik, tetapi juga tentara terbaik. Seratus tahun berikutnya tulisan Marcus Terentius Varro (116 - 28 SM) yaitu De re rustica libri III, menekankan ketergantungannya negeri sekemakmuran pada pertanian yang sehat. Tulisan-tulisan lain adalah Georgica karangan Vergilius (70 - 19 SM) dan banyak lain. Historia naturalis karangan Plinius (23 - 79 M) memuat kumpulan ilmu maupun hal-hal yang tidak diketahui. Dari tulisan-tulisan ini pertanian Romawi dapat dipelajari.
Dalam tulisan-tulisan pertanian dicatat adanya penyambungan tanaman (grafting dan budding), poenggunaan berjenis-jenis varietas buah dan sayuran, rotasi pupuk hijau, penggunaan pupuk kandang, pengembalian kesuburan tnah, bahkan penyimpanan dingin untuk buah-buahan. Dikenal pula suatu "specularium", rumah kaca dari mika, untuk menanam sayuran pada musim dingin. Di Romawilah mulainya kebun tanaman hias berkembang sampai tingkat tinggi.

Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah masyarakat desa. Milik perorangan kecil, berkisar dari satu hingga mepat acre dan dikelola secara intensif. Setelah negara Romawi berkembang wilayahnya dan memiliki tenaga kerja perbudakan dari menang perang, muncul unit produksi yang lebih tinggi. Ini didapat dari tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan. Hasil sistem perkebuan merangsang pertumbuhan kekayaan perotangan yang hebat yang mendorong penyapan dan korupsi yang menjalar dengan dahsyat. Kenaikan tenaga kerja murah dari budak-budak dan meningkatnya ukuran milik perorangan berakibatkan ketidakseimbangan sosial. Tentara-petani-penduduk kehilangan tempatnya sebagai kekuatan stabilisasi dalam kehidupan Romawi.

Kemudian setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul. "Absente ownership", perbudakan, membawa kerusakan tanah yang menurunkan produktivitas. Di samping itu upeti-upeti dari negara-negara luar mengendurkan semangat berproduksi tinggi. Bangun dan jatuhnya keberuntungan politik kekaisaran Romawi sejajar dengan trend dalam pertanian. Beban untuk mendukung dan mempertahankan negara yang overexpanded meremehkan dasar-dasar pertnaian; pertanian yang kelelahan dan tidak stabil mengurangi daya pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Abad pertengahan. Dengan runtuhnya Romawi dan Negara Barat, kemajuan teknologi beralih ke Timur Tengah. Setelah tahun 700 M, kebudayaan Islam yang menyumbang hasil-hasil kebudayaannya kepada dunia. Kebudayaan Islam muncul dengan menyumbangkan hasil-hasil teknologi dan ilmu pengetahuannya yang jauh lebih rasional dan ilmiah dibandingkan dengan kebudayaan-kebudayaan sebelumnya.

Sumber : MM. Sri Setiyati Harjadi, 1984, dan dari berbagai sumber lain.
.lablink.or.id

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Berhemat Saat Belanja!

Di tengah gejolak ekonomi yang tak menentu, tak ada salahnya untuk selalu berjaga-jaga. Salah satunya caranya dengan menerapkan pola hidup hemat. Apa saja yang bisa para ibu lakukan?

1. Buat daftar menu di muka.
Buat daftar menu makanan untuk satu minggu di muka. Dengan demikian, Anda tahu apa yang akan/harus dibeli, beli sesuai kebutuhan. Daftar menu bisa juga disesuaikan dengan barang-barang yang tengah dijual dengan harga murah. Biasanya supermarket mengeluarkan selebaran semacam itu, kan?

2. Hindari Memasak Dalam Porsi Besar.
Bila Anda membeli makanan berlebihan yang akhirnya tidak termakan dan dibuang, Anda bukannya berhemat. Sebaliknya, apa yang Anda beli terbuang sia-sia. Simpan makanan yang telah Anda pisah-pisahkan ke dalam kotak-kotak plastik di freezer. Panaskan makanan sesuai dengan jumlah orang yang akan makan.

3. Buat Daftar Belanjaan Sebelum Pergi.
Dorongan untuk berbelanja barang yang tidak diperlukan dapat merusak strategi penghematan dana Anda. Jangan lupa tanyakan kepada anggota keluarga yang lain, apa-apa yang mereka perlukan sehingga Anda bisa membelinya sekaligus. Bila ada potongan harga untuk barang-barang yang biasa Anda pakai, beli dan simpan.

4. Jangan Terkecoh Harga Murah.
Hati-hati, jangan gampang tergoda karena biasanya harga sudah dinaikkan terlebih dahulu lalu digabung dengan barang lain sebagai bonus dan dijual dengan harga murah. Bandingkan terlebih dahulu di toko lain agar Anda yakin, barang tersebut memang benar-benar murah.

5. Manfaatkan Kupon.
Potongan harga berupa kupon atau sobekan kertas di koran/selebaran, tak ada salahnya digunakan. Justru hal ini bisa menghemat uang belanja Anda.

6. Jangan Bawa Anak.
Usahakan pergi berbelanja tanpa membawa anak-anak dan pada jam-jam yang tidak sibuk. Jadi, Anda tidak perlu terburu-buru dan bisa memilih dengan baik. Anak-anak cenderung meminta ini-itu sehingga melenceng dari daftar belanjaan. Untuk alasan tertentu, jangan pernah belanja pada saat Anda sedang lapar.

7. Membeli Bersama
Bila ada barang yang anda butuhkan dijual dengan harga murah tapi dalam jumlah yang besar, tanyakan pada saudara atau teman untuk membeli bersama dan berbagi. Anda tetap bisa membeli dengan harga murah tanpa percuma.

8. Hilangkan Kebiasaan Belanja Di Satu Tempat.
Jangan malas untuk belanja di lebih dari satu toko. Biasanya satu toko tidak akan menjual semua barang-barangnya dengan harga murah pada saat yang bersamaan. Bisa saja Toko A pada satu saat menjual daging dengan harga murah sedangkan Toko B menjual makanan kalengnya dengan harga murah. Belanja di satu tempat tidak berarti pengeluaran Anda bakal lebih hemat.

9. Hindari Makanan/Minuman Siap Santap.
Memang betul, waktu Anda akan lebih tersita bila Anda mengolah masakan sendiri. Namum masakan yang Anda masak langsung lebih sehat dan lebih hemat. Jangan lupa untuk selalu menyediakan buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Hindari jus siap pakai dan buatlah minuman jus segar sesering mungkin. Hal ini akan menghemat pengeluaran Anda.

10. Simpan & Simak Bon Belanja.
Periksa lagi bon belanjaan Anda. Kadang kasir melakukan kesalahan tanpa sengaja yang dapat merugikan Anda. Bila Anda masih berada di sekitar toko/supernarket, Anda bisa segera menanyakan hal itu dan minta dikoreksi.
Kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Kapitalisasi Pertanian Padi

Kapitalis turun ke sawah. Itulah kalimat yang paling pas untuk menggambarkan gejala masuknya beberapa perusahaan besar, antara lain sejumlah badan usaha milik negara (BUMN), ke bisnis tani padi akhir-akhir ini.

Bagaimana gejala itu sebaiknya disikapi? Ditolak atau sebaliknya disambut gembira? Kalangan lembaga swadaya masyarakat pembela petani jelas menolak kapitalis masuk ke agrobisnis padi. Alasannya, kapitalis akan mematikan petani.
Benarkah petani akan mati? Ya, kalau kapitalis bermain sendiri. Tidak, kalau ia bekerja sama dengan petani. Dalam konteks kerja sama itu kapitalisasi padi sawah harus disambut positif. Mengapa?

Salah satu tujuan pembangunan pertanian padi adalah transformasi cara produksi dari kegiatan ekonomi keluarga menjadi kegiatan bisnis. Itu berarti transformasi dari usaha tani keluarga (mikro/kecil) ke perusahaan agrobisnis (besar).

Proses transformasi melewati tiga tahap. Pertama, tahap agrobisnis berbasis sumber daya yang digerakkan kelimpahan sumber daya alam dan manusia tak terdidik. Pada tahap ini agrobisnis bersifat padat kerja. Produk akhirnya dominan komoditas primer.

Kedua, tahap agrobisnis berbasis investasi yang digerakkan kekuatan investasi (capital) melalui percepatan pembangunan, pendalaman industri hulu/hilir, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Agrobisnis di tahap ini bersifat padat modal. Produk akhirnya dominan komoditas olahan.
Ketiga, tahap agrobisnis berbasis inovasi yang digerakkan inovasi melalui peningkatan teknologi dan kemampuan sumber daya manusia. Ini tahap agrobisnis yang bersifat padat inovasi (iptek). Produk akhirnya dominan komoditas olahan/jadi/ turunan.

Kesenjangan
Hampir empat dekade pembangunan pertanian, namun pertanian padi kita secara keseluruhan masih mandeg di tahap pertama. Dengan kata lain transformasi pertanian gagal!

Revolusi Hijau dan program intensifikasi lanjutannya, hingga kini, tidak mampu membawa pertanian ke tahap agrobisnis berbasis investasi sekalipun. Kendati terjadi modernisasi teknologi pertanian padi tetap bersifat padat kerja dengan dominasi padi sebagai hasil akhir.

Transformasi pertanian gagal karena kesenjangan antara perubahan teknologi dan organisasi (manajemen). Pembangunan pertanian telah merevolusi teknologi pertanian dari non-kapitalis ke kapitalis. Tetapi, tidak demikian dengan organisasi produksi.

Organisasi produksi pertanian padi masih "non-kapitalis" . Ia masih melekat pada institusi keluarga petani. Pertanian padi diorganisasi sebagai salah satu dari sejumlah kegiatan ekonomi keluarga petani.

Dalam proses transformasi, organisasi dan teknologi seyogianya bersisian. Teknologi kapitalis akan menjadi malapetaka jika organisasi produksinya non-kapitalis. Terbukti semasa revolusi hijau petani gurem terpaksa menjual sawah kepada petani kaya karena organisasi produksinya (non-kapitalis) tak mampu mengelola teknologi kapitalis.

Kesenjangan terjadi karena pembangunan pertanian menomorduakan aspek organisasi. Hingga kini program-program pembangunan pertanian padi, misalnya, Primatani dan Peningkatan Produksi Beras Nasional, masih terfokus pada teknologi.

Tanpa revolusi ke organisasi produksi kapitalis, adopsi teknologi kapitalis tidak akan optimal. Teknologi akan diadopsi secara terbatas, serendah daya kelola organisasi produksi non-kapitalis.

Kemitraan
Tiga tahapan proses transformasi pertanian tidak hanya menunjuk pada perubahan teknologi, tetapi juga perubahan organisasi (manajemen) produksi dari non-kapitalis ke kapitalis.

Fakta di lapangan menunjukkan, setelah hampir empat dekade pembangunan pertanian teknologi sudah berwatak kapitalis, tetapi organisasi produksi masih non-kapitalis. Pemerintah gagal mendorong perubahan organisasi produksi padi.
Karena pertanian padi gagal bertransformasi dari "usaha keluarga" (non-kapitalis) ke "bisnis" (kapitalis), maka adopsi/pene- rapan teknologi kapitalis tidak optimal. Akibatnya, peningkatan produksi tidak optimal, sehingga ketahanan pangan rentan.

Ketahanan pangan (beras) nasional mempersyaratkan organisasi produksi yang kuat. Organisasi produksi non-kapitalis terbukti tidak memadai. Oleh karena itu, harus ada pergeseran revolusioner ke organisasi produksi kapitalis.
Pemerintah sudah terbukti gagal mendorong transformasi ke organisasi produksi kapitalis. Maka harapan layak ditujukan pada perusahaan kapitalis. Dengan skema agrobisnis berbasis kemitraan, perusahaan kapitalis dapat bersinergi dengan petani untuk mewujudkan agribisnis berbasis investasi/inovasi.
Kemitraan petani dan perusahaan kapitalis itu dapat mengambil bentuk organisasi badan usaha milik petani (BUMP). Di situ petani menyediakan modal tanah dan tenaga tani. Sementara perusahaan kapitalis menyediakan modal finansial, teknologi, je- jaring pasar, dan keahlian manajemen.

Pola kemitraan seperti itu sudah diterapkan sejumlah BUMN lingkup agrobisnis/agroindu stri dan komunitas petani di Subang dan Karawang, yang berhasil meningkatkan produksi padi dari lima menjadi delapan ton per hektare.
Idealnya, kemitraan itu mewujudkan agrobisnis padi terpadu skala besar (1.000 hektare per BUMP). Sebagai agrobisnis berbasis investasi/inovasi, agrobisnis padi itu tidak hanya menghasilkan gabah/beras, juga energi biomas, pangan olahan (mi beras, makanan bayi, nasi instan, tepung beras, minyak beras), bahan bangunan, dan pupuk organik.

Menurut taksiran moderat, dari 1 juta hektare sawah dengan pola kemitraan seperti di atas akan diperoleh gabah kering panen 15,2 juta ton. Dari pengembangan horisontal akan diperoleh energi listrik sebesar 281 mw atau 1.824 gwh.

Jadi, pola kemitraan tersebut tidak hanya berpotensi mendukung ketahanan pangan nasional, juga mencukupi kebutuhan energi listrik pedesaan. Pendapatan dan kesejahteraan petani sudah pasti meningkat.
Jadi, mengapa harus takut jika kapitalis baik BUMN maupun swasta turun ke sawah? Dengan suatu skema kemitraaan kapitalis-petani yang difasilitasi pemerintah, misalnya pola BUMP, taraf kehidupan sosial-ekonomi petani akan terangkat.

Secara bersamaan pertanian padi juga akan bertransformasi menjadi agrobisnis berbasis investasi dan inovasi. Sejalan dengan kebijakan revitalisasi, itulah wujud pertanian padi modern yang tangguh dan berdaya saing.


Penulis adalah Kepala Bagian Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB

aph168.blogspot.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..