WILUJENG SUMPING DI SITUS SATORI Poenya

9.17.2008

Antara Benih Politik dan Politik Benih

Oleh: Sjamsoe’oed Sadjad

Benih dijadikan sarana kampanye politik memang bukan fenomena sekarang ini saja. Dan kita berharap ada dua matahari yang bersinar sambung-menyambung sepanjang hari.
Begitu juga dengan kehebatan mutu benih padi. Mungkin karena padi termasuk bangsa rumput-rumputan, lalu model ratoon bisa dijalankan untuk padi yang dipangkas-pangkas sewaktu panen, kemudian dibiarkan tumbuh, dan bisa berbuah lagi dengan produktivitas tetap tinggi.

Antara benih dan kaus

Dengan hanya menghitung jumlah potensi bunga setiap malai, secara hitungan perkalian biasa, orang berharap pertanaman bisa menghasilkan produk per hektarnya berlipat-lipat. Jika dikaitkan dengan kampanye politik, rasanya benih yang dibagikan kepada petani tidak beda dengan kaus oblong yang disablon gambar lambang partai dan nomor untuk dicoblos yang dibagi-bagikan.

Orang tentu suka pakai kaus itu karena gratis. Mau mencoblos gambar apa, itu perkara lain. Namun, jika itu berupa benih lalu disuruh tanam, tentu halnya lain dengan kaus oblong yang tanpa disuruh pun orang akan memakainya. Soalnya, menanam benih tentu perlu lahan, perlu modal, perlu sarana, perlu tenaga, dan tentu ada risiko.

Memakai kaus oblong tinggal ”blong”. Badan pun tak dingin lagi atau kita tak takut masuk angin. Dari sudut kampanye politik, keduanya bagian ”awal” politik ringan yang bukan mendidikkan ideologi berpolitik yang berat dan bersifat substantif.

Falsafah benih adalah suatu awal yang indah, penuh harapan, dan merupakan suatu kehidupan. Dibuatnya pun makan energi, waktu, dana, kepakaran, kesabaran, dan ketekunan. Bagi petani, benih adalah hal penting. Menggunakan benih yang baik dan benar berarti ada kehidupan ke depan karena kita menaruh harapan. Di sinilah mungkin kekurangserasiannya jika benih yang katanya baik dan benar hanya ditempatkan sebagai benih politik yang dihadiahkan. Indahnya hanya setaraf gambar sablon di punggung dan dada kaus oblong gratisan.

Kompeten

Berbeda dengan politik benih. Sebagai sarana produksi pertanian modern, benih harus diproduksi secara benar. Politik benih selalu berawal dengan penunjukan identitas genetiknya yang jelas. Lahirnya dari program pemuliaan tanaman yang sahih yang rekayasanya dilakukan oleh para pemulia tanaman yang bevoegd, yang kompeten.

Jika sudah jelas dan stabil sifat genetiknya serta performansi fenotipik dan produktivitasnya bisa terbedakan secara signifikan dibandingkan dengan yang sudah ada, benih bermutu demikian menjadi produk teknologi yang produksinya berproses industrial, komersialisasinya perlu jaminan mutu yang legal berdasarkan perundangan yang berlaku.

Begitulah politik benih yang dianut semua manusia. Benih terdiri lima unsur, yang interkonektivitasnya saya gambarkan sebagai piramida segi tiga. Sebagai titik sudut segi tiga dasarnya adalah produsen benih, konsumen benih dan pedagang benih, masing-masing dengan kepentingan berbeda, tetapi dengan dambaan sama, yaitu benihnya bermutu baik dan benar.

Di puncak piramida berdiri unsur analis/pengawas benih yang memegang hak menentukan baik tidaknya atau benar tidaknya mutu benih berdasarkan perundangan yang berlaku. Di titik berat piramida adalah unsur ilmuwan/teknolog benih yang melahirkan dan membiakkan benih varietas baru serta mempertahankan kebaikan dan kebenaran mutu benih, menciptakan berbagai prosedur, metodologi, parameter, media untuk analisis/pengawasan mutu benih.

Kelima unsur itu berpegang pada politik benih, dengan interkonektivitasnya yang serasi dan searah, maka stabilitas piramida bisa terjamin. Betapa pun, orientasi benih komersial harus bermutu baik, artinya bersih dan sehat, dan bermutu benar yang berarti tidak salah. Artinya, benih tidak berartikan penipuan. Benih harus terjamin kemurnian genetiknya (benar), kemurnian fisiknya (bersih), dan kemurnian fisiologinya (sehat).

Semua itu hanya dari/dan di tangan manusia benih yang pikiran dan hatinya baik dan benar dapat melahirkan dan menyajikan benih yang bermutu baik dan benar.

Kejujuran

Politik benih membutuhkan kejujuran, kepercayaan, disiplin kerja, ketepatan waktu, langkah, efisiensi, dan efektivitas karena progresivitas yang dianut selalu diberi rambu-rambu konservativisme yang harus dijaga. Progresivitas dalam melahirkan varietas baru dan teknologi produksi yang maju dan efisien tetap diingatkan akan rambu-rambu kehati-hatian untuk mempertahankan kemurnian.

Sebaliknya benih politik yang mengejar popularitas tinggi, berorientasi kekuasaan, berobral janji, semua seperti tidak ada rambu yang bersifat konservativisme, yang mungkin bisa dipandang sebagai terlampau idealistis, terlampau etis, atau terlampau tidak progresif.

Alangkah baik jika kepentingan kampanye politik yang demikian itu tak memanfaatkan benih karena politiknya benih sudah jelas pola pikir serta pola langkah-lakunya. Jika dipaksakan, mungkin tak akan menguntungkan, baik untuk kepentingan politik maupun perbenihan.

Sebagai salah satu unsur piramida segi tiga interkonektivitas manusia benih, saya selalu berkepentingan untuk menjaga stabilitas berdirinya piramida itu, menjadi sedikit miris dengan adanya subsidi benih triliunan, lalu begitu hebat langkah dan perilaku unsur perdagangan benih di negeri ini.

Dari kaca mata progresivitas, langkah itu positif. Berlomba mengajak petani ber-era serba hibrida memang progresif. Perlu diingat, dalam falsafah benih, sebagai makhluk yang mengemban misi sakral mengembangkan dan mengupayakan keberlanjutannya kehidupan spesies, selalu mengandung konservativisme.

Begitu pula jika kita berhadapan dengan petani sebagai konsumen benih. Betapa pun progresifnya pikiran petani, masih akan disertai kearifan lokal dengan nalurinya yang mengandung konservativisme. Karena itu, jika masih mau disebut sebagai manusia benih, yang falsafahnya mementingkan interkonektivitas antarsesama unsur, berhati-hatilah dalam menangani benih bermutu baik dan benar.

Politik benih ternyata tidak mumpuni jika hanya mengejar progresivitas. Karena itu, benih untuk tujuan fungsi kampanye politik mungkin kurang bisa diharapkan. Mana ada dalam politik, progresivitas yang selalu menganjurkan perubahan bisa berdampingan dengan konservativisme. Jelasnya, lihat antara Barack Obama dan McCain, mungkin mereka tidak menggunakan benih untuk kampanye.

Kita berada pada era kampanye Pemilu 2009. Tulisan ini bukan untuk memberi komentar atas fenomena yang menyangkut benih. Saya tidak mengkritik yang menjurus kepada suatu kelompok politik atau kelompok kepentingan. Saya hanya menulis dari sudut pandang dan kepentingan manusia benih semata.

Kiranya perlu diketahui, benih juga memiliki politik benih, baik benih untuk kepentingan misi spesiesnya sendiri, maupun benih untuk kepentingan mengembangkan budaya spesies manusia.

Sjamsoe’oed Sadjad Guru Besar Emeritus IPB; Pakar Perbenihan

Sumber : Kompas

Artikel yang berhubungan