WILUJENG SUMPING DI SITUS SATORI Poenya

5.31.2009

Bagaimana Mencegah Hepatitis B

Virus Hepatitis B sangat mudah menyebar ke tubuh seseorang. Tapi dengan pencegahan secara dini, virus ini bisa dihindari. Bagaimana caranya?

Dr Poernomo Boedi Setiawan, mengungkapkan, bayi yang baru lahir atau orang yang berpotensi lebih besar tertular bisa meningkatkan antibodi dengan menyuntik imunisasi pasif dalam tubuhnya.


Hal itu bisa dilakukan kapan pun, segera setelah bayi lahir dari kandungan ibu, atau setelah melakukan kontak dengan pengidap hepatitis B positif.

Imunisasi pasif, dia menambahkan, akan bertahan dalam tubuh dan membentuk antibodi serta meningkatkan imun tubuh. Zat tersebut sangat berguna melawan virus hepatitis B karena virus hepatitis B akan mengganas dan menimbulkan penyakit hati saat respon imun dalam tubuh rendah.

"Bayi dan anak-anak sangat penting karena respon imun mereka masih rendah, berbeda dengan kaum dewasa," jelasnya.

Dr Poernomo mengatakan, virus hepatitis B pada bayi baru akan terdeteksi saat berusia 40-50 tahun, sehingga banyak pengidap hepatitis B yang meninggal pada usia tersebut. Kondisi itu sering menimbulkan persepsi, penyakit hati baru ada pada usia lanjut. Padahal, prosesnya sudah berlangsung sejak lahir.

Karena itulah, Anda perlu mendeteksi penyakit hepatitis B sejak dini sebelum muncul keluhan pada hati Anda.

Selain imunisasi aktif, Dr Poernomo menyarankan, pada usia produktif sebaiknya rutin mengecek darah minimal enam bulan sekali. Jika perlu, ultranografi dan imunisasi aktif untuk membentuk zat antibodi dalam tubuh Anda.



VIVAnews.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Mengenal Ciri Penderita Hepatitis B

Penasaran dengan gejala orang yang mengidap hepatitis B? Biar jalas bagaimana cirinya, berikut daftar gejala yang sering dialami oleh 70 persen orang dewasa yang terinfeksi hepatitis B. Gejala tersebut baru muncul setelah seseorang terinfeksi hepatitis B.

- Kulit atau mata menguning, kondisi ini sering disebut penyakit kuning
- Mudah lelah dan capai
- Hilang nafsu makan dan mual
- Air seni berwarna gelap
- Demam
- Nyeri sendi

Dr Poernomo Boedi Setiawan, SpPD KGEH mengatakan, masa pasien dengan gejala seperti itu merupakan masa aktif penyakit hepatitis B. Pada masa tersebut, Anda sebaiknya masuk ke dalam taraf pengobatan intensif.

"Pengobatan dilakukan dengan menyuntik antivirus," jelas dia pada acara media briefing Indonesia Viral Hepatitis B di hotel JW Marriott, Jakarta.

Dr Poernomo menambahkan, antivirus bagi hepatitis B kini sudah makin mutakhir. Penelitian terbaru berhasil menyiptakan immuno modulator, yakni obat antivirus yang bisa merangsang imun tubuh, sehingga hasil antivirus bisa berguna melawan virus hepatitis B dalam tubuh yang belum terdeteksi. Sedangkan, antivirus yang sudah ada hanya berperan untuk melawan virus yang sudah ganas.

"Immuno modulator atau PEG Interferon Alfa-2a mampu merangsang kekebalan tubuh, sehingga kesembuhan klinis terus meningkat, bahkan setelah pasien tidak mengonsumsi obat tersebut," tuturnya.

Dia menambahkan, 12,2 persen pasien yang mengonsumsi PEG berhasil mencapai kesembuhan klinis berdasar penelitian pada jangka waktu lima tahun setelah terapi berakhir. Sedangkan, obat antivirus biasa hanya mencapai tingkat kesembuhan 3,5 persen.

Meski demikian, dia mengatakan, penyakit hepatitis B terus diteliti dan makin hari akan banyak terobosan baru bagi kesembuhan pengidap penyakit ini. "Yang terpenting, virus hepatitis B tidak bisa menjadi alasan untuk menolak status seseorang dalam kehidupan sosial. Karena, obatnya akan terus berkembang," kata Dr Poernomo.



VIVAnews.com

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Pemerintah Akan Membangun Lembaga Riset Kelapa Sawit Berskala Besar

Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit. Untuk menghadapi persaingan industri kelapa sawit yang makin gencar sekarang ini, dalam waktu dekat pemerintah akan membangun Lembaga Riset dan Pengembangan Kelapa Sawit berskala besar. “Lembaga ini nantinya akan berstatus BUMN,”demikian diungkapkan Menteri Pertanian Anton Apriyantono seusai memimpin rapat Dewan Pengarah Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang didampingi oleh Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani dan Ketua DMSI Franky Widjaja, di Jakarta, Rabu (6/5). Rapat ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan kelapa sawit, mulai dari pemerintah, pengusaha, sampai petani.

Melalui lembaga riset ini menurut Menteri Pertanian, pemerintah akan berupaya mengembangkan segala bentuk teknologi kelapa sawit mulai dari perbenihan hingga ke industri turunana minyak sawit (down stream industry). Sedangkan mengenai pengaturan soal substansi riset dan pengembangan menurut Menteri Pertanian akan digodok di dalam sebuah Konsorsium Sawit. Konsorsium ini terdiri dari berbagai unsur, seperti pemerintah, BUMN maupun swasta yang bergerak di bidang perkebunan sawit. Untuk mendukung konsorsium sawit ini pemerintah akan menyiapkan dana Rp. 3 miliar per tahun.

Lebih lanjut Menteri Pertanian juga mengungkapkan pembentukan lembaga baru ini tidak akan terlepas dari kerja sama antar pemangku kepentingan lewat Konsorsium Sawit. Kerja sama penelitian ini juga akan memfasilitasi pembangunan kebun plasma nutfah seluas 1.000 hektar di Sijunjung, Sumatera Barat. Dengan demikian nantinya lembaga riset ini akan ada dua yakni Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) milik pemerintah dan PT. LRPKS (Lembaga Riset Pengembangan Kelapa Sawit) yang berstatus BUMN. Kedua lembaga ini akan mengakomodasi kepentingan masing-masing. Apalagi Indonesia kini memiliki 7,1 juta hektar kebun kelapa sawit dengan produksi 19,2 juta ton minyak kelapa sawit mentah (CPO) tahun 2008. Pemerintah kini berkonsentrasi meningkatkan produktivitas tanaman untuk meraih produksi 40 juta ton CPO di tahun 2020.

Rencana penbentukan Lembaga riset ini juga mendapat dukungan dari kalangan swasta. Menurut Ketua DMSI, Franky Widjaja, lembaga riset dan pengembangan ini sangat penting untuk mendukung peningkatan produksi dalam negeri. Dengan begitu kata Franky Wijaya, kerja sama penelitian dan pengembangan kelapa sawit sangat penting untuk jangka panjang. Selanjutnya pemerintah bisa menikmati efek domino (multiplier effects) dari peningkatan kesejahteraan petani yang menghasilkan CPO lebih banyak. Untuk itu DMSI saat ini tengah memperjuangkan agar sebagian dana hasil bea keluar CPO dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan tersebut.

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Pengendalian Penyakit Layu Pada Tanaman Pisang

Pendahuluan

Penyakit layu pada tanaman pisang telah menjadi masalah nasional karena penyakit ini telah tersebar luas dan banyak merusak tanaman pisang di Indonesia dan belum berhasil dikendalikan. Penyakit layu ini disebabkan oleh: Cendawan Fusarium oxysporum if.sp. cubense; dan Bakteri Ralstonia solanacearum.



Gejala layu Ralstonia sp. pada daun

Sifat Patogen
Merupakan patogen tular tanah dan sanggup bertahan lama dalam tanah tanpa ada tanaman pisang. Sekali tanah terinfeksi oleh patogen ini, patogen dapat bertahan dan menjadi sumber inokulum/infeksi yang sukar dibersihkan.
Patogen dapat menyebar melalui bibit, alat-alat pertanian, tanah, angin yang menerbangkan tanah terinfeksi, serta terbawa melalui pengairan . Penyebaran patogen (layu bakteri) dapat juga melalui influorescens (bunga) yang ditularkan oleh serangga. Penularan oleh serangga menyebabkan penyakit tersebar dengan cepat terutama pada saat pembuahan.
Patogen ini memiliki kecepatan penyebaran yang tinggi. Sebagai patogen luka, akan sinergik menimbulkan layu jika ada seranagn nematoda.
Sangat dipengaruhi oleh tipe tanah. Layu fusarium akan berkembang pada tanah berpasir yang masam, dan kurang berkembang pada tanah yang liat dan alkalis. Sebaliknya, tanah yang liat dan alkalis akan sangat kondusif bagi layu lakteri (Ralstonia solanacearum).


Gejala layu Ralstonia sp. pada buah

Pengendalian
1. Cara Bercocok tanam
a. Penanaman bibit bebas penyakit (kultur jaringan atau anakan tanaman/rumpun sehat), serta tidak menenm bibit dari daerah terserang penyakit layu.
b. Pemupukan dengan pupuk organik (pupuk kandang atau pupuk kompos),
c. Menghindari terjadinya pelukaan akar saat pemeliharaan tanaman, pemindahan bibit, dan pembumbunan.
d. Pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili dengan pisang, misalnya jagung.
e. Pengapuran atau pemberian abu dapur jika pH tanah rendah (minimal 15 abu dapur jika pH tanah (minimal 15 hari sebelum tanam)
f. Santasi gulma
g. Tidak menanam tanaman inang lainnya, yaitu jenis Heliconia (pisang pisangan) dan Kanna (bunga tasbih)
h. Perbaikan drainase kebun
i. Memotong bunga jantan segera setelah sisir buah terakhir dbentuk
j. Pengerodongan bunga dan buah dengan plastik
k. Tanam Pindah cepat secara periodik (± 3 Tahun)

2. Cara Fisis/Mekanis
a. Memotong bunga jantan (jantung pisang) tanpa menggunakan alat (dengan tangan) segera setelah sisir buah terakhir terbentuk
b. Pembongkaran tanaman sakit kemudian membakarnya (jika memungkinkan)
c. Penggenaan, jika memungkinkan


3. Genetis
a. Penggunaan varietas tahan sesuai dengan kondisi setempat.

4. Biologis
a. Penggunaan agens antagonis (Gliocladium sp, Trichoderma sp.) dan Pseudomonas fluoressence, yang dicampur dengan pupuk organik.

5. Kimiawi
a. Alat-alat pertanian yang digunakan untuk memotong tanaman sakit dicuci bersih dengan sabun atau klorox 1% (misalnya Bayclin) dan dikeringkan di bawah sinar matarai.
b. Eradikasi tanaman sakit dengan menyuntikkan larutan herbisida 5-15 ml/tanaman atau dengan minyak tanah.
c. Benih pisang dicelupkan dalam larutan desinfektan (suci hama) sebelum ditanam.

6. Peraturan
a. Tidak membawa bibit (anakan) dari daerah serangan)


Gejala layu Fusarium sp. pada batang (penampang irisan)

[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Bertani “Nyeblok”

Bertani adalah suatu keniscayan bagi masyarakat ang tinggal di desa-desa. Begitu banyak kegiatan pertanian yang dilakukan petani dari mulai bertanam padi, jagung, palawija, singkong, pisang, nenas, karet, albasia, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu dibutuhkan oleh kita sebagai penikmat (konsumen).

Ditengah modernisasi yang semakin berkembang saat ini, ketika rasa kesetiakawanan semakin rendah dan masyarakat semakin bersikap individualistis, ternyata masih ada masyarakat kita yang masih memegang teguh ajaran nenek moyang tentang makna “hidup bersosial”. Ketika di daerah subang atau karawang, para petani I empunya sawah menyewa orang untuk mengerjakan pekerjaan disawah seperti tandur, ngoyos atau ngarambet, petani di kabupaten Lebak provinsi Banten justru saling membantu tanpa diminta. Pada saat salah satu petani terlihat akan mulai menanam padi, para tetangga pun berdatangan membantu menanam tanpa diminta dan dikomando. Begitu pula ketika saatnya ngoyos atau ngarambet, secara spontan tetangga itu pun turun ke sawah tanpa dibayar.

Pada waktu panen tiba, si empunya sawah mempersilahkan tetangga yang telah membantu tandur dan ngoyos tadi untuk ikut panen menikmati hasil keringat mereka. Karena pada waktu tandur dan ngoyos mereka tidak dibayar, maka pada saat panen inilah keringat mereka dibayar. Dari 5 bakul padi yang didapat, 4 bakul untuk si empunya sawah, 1 bakul untuk tetangga yang membantu itu, bahkan sering pula si empunya sawah memberikan lagi 1 bakul untuk mereka. Itulah yang disebut bertani “Nyeblok”.

Dengan sistem tersebut, ketahanan pangan masyarakat di desa itu dapat terjaga kuat karena rasa kesetiakawanan yang tinggi dan rasa saling membutuhkan satu sama lain. Untuk makan sehari-hari, masyarakat di desa tersebut tidak ada yang membeli beras di pasar, sebab masing-masing rumah memiliki lumbung padi sendiri-sendiri. Dengan adanya lumbung tersebut, kebutuhan makan mereka tercukupi hingga maa panen yang akan datang.

Namun, dengan gempuran arus modernisasi seperti sekarang, akankah sistem “Nyeblok” tersebut dapat bertahan? Ketika pemuda-pemuda desa lebih tertarik dan bangga bekerja di kota daripada menjadi petani, akankah kesetiakawanan seperti itu dapat terus terjaga?




Keterangan:

Tandur : Menanam padi
Ngoyos (ngarambet) : Membersihkan gulma


[+/-] Selengkapnya...

Read More..

Bagan Warna Daun

Menghemat Penggunaan Pupuk N pada Padi Sawah

Hasil panen yang tinggi dapat diperoleh melalui pemupukan berimbang yang memperhatikan ketersediaan dan keseimbangan hara dalam tanah serta tingkat serapan hara sesuai kebutuhan tanaman. Pemakaian pupuk N yang kurang dari kebutuhan tanaman akanmemberikan hasil panen padi yang rendah atau tidak optimal, sebaliknya pemberian pupuk N secara berlebihan akan menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap infeksi penyakit dan mudah rebah.
Bagan Warna Daun (BWD) dapat membantu petani untuk mengetahui apakah tanaman perlu segera diberi pupuk N atau tidak dan berapa takaran N yang perlu diberikan. Pemberian pupuk N berdasarkan pengukuran warna daun dengan BWD dapat menekan biaya pemakaian pupuk sebanyak 15-20 % dari takaran yang umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil. BWD berbentuk persegi panjang dengan 4 kotak skala warna, mulai dari hijau muda hingga hijau tua.


Gambar 1. Bagan Warna Daun (BWD) tampak depan dengan 4 skala warna (atas) dan tampak belakang dengan petunjuk penggunaan (bawah).

BWD dan Tingkat Hasil
Penggunaan BWD berkaitan erat dengan berapa tingkat hasil tinggi yang biasa dicapai di suatu tempat. Pada umumnya tingkat hasil di musim kemarau berbeda dengan tingkat hasil dii musim hujan. Oleh karena itu tingkat hasil yang tercantum dalam Tabel 1 dan 2 bukan berarti hasil tertinggi yang ingin dicapai di semua tempat. Misalnya, di suatu tempat yang tingkat hasil tingginya 6 t/ha, pemberian urea melebihi takaran yang dianjurkan belum tentu dapat menaikkan hasil menjadi 7 atau 8 t/ha.

Takaran Pupuk N Sebagai Pupuk Dasar
 Pada saat pemupukan dasar, BWD tidak diperlukan.
 Berikan 50-75 Kg Urea/ha sebagai pupuk dasar atau pemupukan N pertama, sebelum tanaman berumur 14 HST.
 Selain pupuk tunggal, pupuk majemuk juga dapat digunakan sebagai pupuk dasar.

Cara dan Waktu Penggunaan BWD
Cara Penggunaan BWD

1. Pilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam, lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun.
2. Letakkan bagian tengah daun di atas BWD (lihat gambar 2) dan bandingkan antara warna daun dengan warna panel. Jika warna daun berada diantara 2 skala, gunakan rata-ratanya, misalnya 3,5 untuk warna antara 3 dan 4.


Gambar 2. Pengukuran warna daun padi dengan BWD

3. Sewaktu mengukur warna daun dengan BWD, jangan menghadap sinar matahari, sebab pantulan sinar matahari dari daun padi dapat berpengaruh pada pengukuran warna daun.
4. Pilih waktu pembacaan daun pada pagi atau siang hari. Hindari menilai warna daun dengan BWD ditengah terik matahari.
5. Lakukan pengukuran pada waktu yang sama dan oleh orang yang sama.
6. Jika 6 atau lebih dari 10 daun yang diamati warnanya berada dalam batas kritis, yaitu di bawah skala 4, maka tanaman perlu segera diberi pupuk N susulan sesuai dengan tingkat hasil di tempat bersangkutan,

Waktu Penggunaan BWD
Pilih satu dari 2 waktu penggunaan berikut:
1. Berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, biasanya berdasar pertumbuhan tanaman, yaitu saat pembentukan anakan aktif (21-28 HST) dan primordia (35-40 HST). Dengan cara ini hanya perlu dilakukan 2 kali pengukuran warna daun padi dengan BWD, karena pada pemupukan pertama tidak perlu digunakan BWD.
2. Berdasarkan kebutuhan riil tanaman, dengan membandingkan warna daun padi dengan skala BWD secara berkala, setiap 7-10 hari sejak 21 HST sampai 50 HST. Tanaman segera diberi pupuk N bila warna daun berada di bawah skala 4 BWD. Dengan cara ini petani perlu sering ke sawah untuk membandingkan warna daun padi dengan BWD.

Penentuan Takaran Pupuk N
Berdasarkan waktu yang telah ditetapkan

BWD hanya digunakan pada pemupukan ke 2 atau stadia anakan aktif (21-28 HST) dan pemupukan ke 3 atau primordia (35-40 HST) dengan membandingkan warna daun dengan skala BWD.
 Bila warna daun berada pada skala 2 sampai 3, berikan 125 Kg Urea/ha kalau hasil yang biasa dicapai di tempat itu adalah 7 t/ha GKG. Berikan 75 Kg Urea/ha bila tingkat hasil adalah 5 t/ha GKG (perhatikan Tabel 1).

 Bila warna daun berada antara skala 3 dan 4, berikan 100 Kg Urea/ha bila hasil yang biasa dicapai adalah 7 t/ha GKG. Cukup berikan 50 Kg Urea/ha bila tingkat hasil adalah 5 t/ha GKG.

 Bila warna daun berada antara skala 4 dan 5, berikan 50 Kg Urea/ha bila hasil yang biasa dicapai adalah 7 t/ha GKG. Tanaman tidak perlu dipupuk N kalau bila tingkat hasil adalah 5-6 t/ha GKG.



Berdasarkan kebutuhan riil tanaman
1. Pengukuran warna daun padi dengan BWD dimulai pada 21-28 HST, dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai tnaman berumur 50 HST.
2. Apabila tingkat hasil di suatu tempat sebesar 7 t/ha GKG, takaran pupuk urea susulan yang diperlukan adalah 100 Kg/ha. Bila tingkat hasil adalah 5 t/ha GKG, cukup diberikan 50 Kg Urea/ha (lihat Tabel 2).



[+/-] Selengkapnya...

Read More..