JAKARTA, SENIN - Peluang Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dan nilai tukar rupiah untuk rebound atau naik kembali, Senin (13/10) ini cukup terbuka mengingat cukup positifnya perkembangan di dalam negeri dan luar negeri.
Berita positif dari luar negeri antara lain kesepakatan negara-negara G7 untuk menyelesaikan bersama persoalan krisis keuangan global dengan menggandeng anggota G20 untuk berkoordinasi menyelesaikan masalah bersama. Selain itu, secara fundamental harga saham di BEI sudah terbilang rendah sehingga esok adalah momentum untuk membeli (buy on weakness).
Menurut pengamat ekonomi Ryan Kiryanto seperti dikutip Antara, operasi perusahaan terbuka (emiten) di Indonesia masih berjalan normal sehingga prospek sahamnya masih bagus. "Buy back saham BUMN juga bakal mendongkrak indeks untuk naik lagi," katanya.
Sementara nilai tukar rupiah juga diperkirakan menguat kembali karena permintaan dollar AS sudah semakin berkurang serta suku bunga rupiah yang jauh lebih tinggi dibanding suku bunga di negara-negara lain, khususnya Fed rate yang hanya 1,5 persen. "Yang penting pelaku pasar harus lebih mengedepankan rasionalitas ketimbang kepanikan yang justru merugikan diri sendiri," tutur Ryan.
Sementara itu, pengamat ekonomi Mirza Adityaswara berpendapat penurunan pasar saham di Indonesia jangan dikhawatirkan karena hanya sebagian kecil masyarakat yang berinvestasi di saham. Mirza mengatakan indeks saham saat ini tidak bisa dipastikan sehingga bisa saja kembali turun karena indeks di bursa luar negeri juga terus melemah. "Jadi mungkin saja indeks BEI turun. Tapi tidak apa karena kepemilikan saham di masyarakat Indonesia kecil, tidak seperti di Amerika," katanya.
Mengenai rupiah, Mirza menilai dengan suku bunga Fed hanya 1,5 persen seharusnya nilai tukar dollar AS di dunia melemah.
Perdagangan di BEI dihentikan pada Rabu (8/9) akibat IHSG anjlok 10,38 persen menjadi tinggal 1.451,669, rontok hampir setengahnya dari rekor tertinggi yang dicapai awal tahun ini pada 2.830,669.
Sementara rupiah akhir pekan lalu menembus level Rp 10.000 per dollar AS. Menurut Kepala Treasury ANZ Panin Bank, Wiling Bolung seperti dikutip Kontan, keluarnya investor asing dari pasar modal Indonesia ikut memicu pelemahan rupiah. Ia melihat investor asing menukar rupiah dengan mata uang Uwak Sam. Namun para analis yakin, Bank Indonesia masih menjaga rupiah. Selain itu menurut Wiling, cadangan devisa masih cukup untuk mengawal garuda.
Sementara bursa saham Wall Street AS pada Jumat (10/10) waktu setempat ditutup beragam. Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 128,00 poin (1,49 persen) ke posisi 8.451,49, setelah sempat melorot ke 7,882,51, yang merupakan level terendah sejak 17 Maret 2003. Sedangkan indeks Standard & Poor’s 500 melemah 10,70 poin (1,18 persen) pada 899,22, sertal indeks komposit Nasdaq naik 4,39 poin (0,27 persen) ke posisi 1.649,51.
Secara keseluruhan pekan lalu Dow yang beranggotakan 30 saham blue chip ini kehilangan 1.874,19 poin atau 18,2 persen. Demikian juga indeks Standard & Poor’s 500 merosot 18,2 persen serta indeks Nasdaq berkurang 15,3 persen.
Sedangkan harga minyak mentah jenis light sweet di New York Mercantile Exchange, Jumat lalu di tutup pada ke 77,70 dollar AS per barrel, setelah melorot 8,89 dollar AS, seiring kekhatiran resesi akibat gejolak yang terjadi di pasar finansial.
Kompas.com