Rasulullah SAW bersabda, ''Apabila seorang di antara kamu berdoa, janganlah dia berkata, 'Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau sudi.' Tetapi, bersungguh-sungguhlah dalam memohon. Dan, mohonlah perkara-perkara yang besar dan mulia (surga atau pengampunan) karena Allah tidak ada sesuatu pun yang besar bagi-Nya dari apa yang telah dianugerahkan.'' (Shahih Muslim No 4838).
Berdoa ibarat pedang bagi seorang Muslim. Ia menjadi alat pelindung bagi siapa pun yang memerlukan. Sederhananya, doa adalah alat untuk menjembatani semua pengharapan dan permintaan hamba pada Tuhannya. Layaknya sebuah bahasa, doa adalah salah satu jenis percakapan antara hamba dan Tuhannya. Ia menghubungkan ketidakberdayaan hamba dan kemahakuasaan Allah. Tentu saja, karena begitu sakralnya, doa berbeda dengan percakapan umumnya. Ia memiliki tata cara, adab, serta etika yang harus dilakukan. Salah satu etika yang harus dilakukan dalam berdoa adalah optimisme dalam berdoa.
Rasulullah melarang kita untuk berdoa dengan lafal yang menunjukkan pesimisme seperti dalam hadis di atas. Walau bisa jadi pelafalan doa itu bermaksud untuk menunjukkan ketidakberdayaan seorang hamba, jangan sampai membuat nuansa bahwa Allah tidak memiliki kehendak untuk mengabulkan apa pun.
Optimisme dalam berdoa pun sering kali ditunjukkan pula dengan seberapa penting dan besar sesuatu yang diminta. Islam mengajarkan etika kepada kita agar meminta dan berharap akan perkara-perkara yang besar, seperti pengampunan dosa dan pengharapan surga. Hal itu menunjukkan seorang hamba mengerti bahwa doa merupakan dialog penting untuk meminta dan berharap hal-hal yang penting pula.
Tidak semua masalah harus dikemukakan. Namun, berharap agar bisa menyelesaikan masalah adalah lebih baik. Tidak semua harapan diutarakan, tetapi meminta agar merasa cukup adalah lebih baik. Sederhananya, setiap hamba memiliki kebutuhan dan harapan, tetapi tidak setiap kebutuhan dan harapan layak untuk dijadikan permintaan dalam berdoa. Begitulah semangat optimisme berdoa yang harus dibangun sehingga nuansa berdoa tidak hilang karena pesimisme kita atau karena kerdilnya permintaan-permintaan kita. Wallahu a'lam.
Sumber : REPUBLIKA, Hikmah