WILUJENG SUMPING DI SITUS SATORI Poenya

10.29.2011

Keluarga Pilar Ketahanan Pangan


Oleh: Ahmad Satori, S.P.

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup. Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 Ayat (17) disebutkan, ketahanan pangan sebagai kondisi keterpenuhan pangan rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik dalam jumlah, mutu, keamanan, serta merata dan terjangkau. Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Karena itu, masyarakat harus memahami bahwa nilai yang terkandung dalam pertanian dalam arti luas antara lain nilai pangan dan kesehatan. Maka untuk mewujudkan ketahanan pangan, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan, keterjangkauan, kelayakan, dan kesesuaian pangan. Sebagai suatu sistem yang kompleks, perwujudan ketahanan pangan tersebut hendak dicapai dengan terlaksananya subsistem ketersediaan terkait dengan upaya peningkatan produksi pangan; subsistem distribusi tentang keberadaan pangan yang merata dan terjangkau di masyarakat, dan subsistem konsumsi tentang kecukupan pangan yang dikonsumsi baik jumlah maupun mutunya.
Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena:
1. Akses terhadap pangan dengan gizi seimbang bagi segenap rakyat Indonesia merupakan hak yang paling azasi bagi manusia.
2. Keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi.
3. Ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan.
Pembangunan ketahanan pangan memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem tersebut. Pembangunan subsistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub-sistem distribusi pangan ber-tujuan menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga pangan. Pembangunan sub-sistem konsumsi bertujuan menjamin setiap rumah tangga mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan aman. Keberhasilan pembangunan masing-masing sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi
Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi di luar wilayah atau luar negeri.
Pembangunan manusia Indonesia seharusnya menghasilkan individu-individu yang produktif, terjadinya pemerataan dan melalui proses pendidikan yang berkelanjutan. Pemberdayaan diri perlu secara terus-menerus dilakukan sampai seseorang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai hal, mulai dari timbulnya ide, merencanakan, melaksanakan, mengontrol/memonitor dan mengevaluasi hasil yang didapat. Pemberdayaan diri yang ditopang oleh pola konsumsi seimbang dan berkesinambungan, serta pemahaman budi pekerti dan agama yang baik akan menghasilkan kesehatan lahir dan batin yang cukup untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia berawal dari Keluarga.
Pembangunan telah menyebabkan gejala modernisasi dan urbanisasi serta berbagai perubahan persepsi, terutama pada struktur ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan, khususnya petani. Terjadinya perubahan dalam sistem nilai sosial, norma dan tata laku. Peranan keluarga dalam membangun semangat kebangsaan, termasuk membangun ketahanan pangan bangsa ini harus ditingkatkan. Apalagi ketahanan pangan yang kuat merefleksikan ketahanan wilayah dan ketahanan nasional yang kukuh. Namun peran kunci keluarga sebagai produsen dan penyedia pangan dan peran yang sangat menentukan dalam memperkukuh ketahanan dan kemandirian pangan belum mendapat perhatian proporsional. Bila berbicara ranah domestik keluarga, maka yang biasanya segera terlintas adalah seputar dapur, sumur dan kasur. Sangat sedikit yang memasukkan kebun atau pekarangan sebagai bagian penting 'kekuasaan' keluarga. Padahal, melalui kebun itulah (selain juga melalui 'dapur') keluarga dapat berperan penting bagi ketahanan pangan suatu daerah. Dari keluargalah dapat diambil kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Keluargalah yang berkontribusi besar dalam proses pembangunan dan memainkan peran penting dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya sendiri, yang nantinya berkontribusi bagi daerah maupun nasional. Sebab didalam keluargalah terutama perempuan berperan dalam produksi, pengolahan, dan distribusi pangan di tingkat rumah tangga. Anggota keluargalah yang menentukan jenis makanan yang terhidang di meja makan.
Untuk memberdayakan diri guna mencapai keunggulan bersaing (kompetitif), setiap keluarga semestinya memenuhi enam syarat pembentuk kepribadian. Pertama, memiliki motivasi berprestasi tinggi. Kedua, berjiwa dan semangat wiraswasta yang unggul. Ketiga, berjiwa mandiri. Keempat, tanggap menghadapi dinamika perubahan. Kelima, tanggap menghadapi berbagai permasalahan. Keenam, tangguh memperjuangkan ketercapaian tujuan untuk keberhasilan usaha.
Ada tiga langkah strategis bagi Keluarga untuk memantapkan ketahanan pangan rumah tangga dewasa ini. Pertama, merevitalisasi program diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras. Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat agar mampu mengonsumsi makanan yang secara jumlah dan mutu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Ketiga, meningkatkan mutu pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat.
Setiap keluarga harus memulai “Pendidikan” di dalam keluarganya akan pentingnya mengonsumsi pangan yang beragam. Harus diakui bahwa selama ini kita kurang terbiasa untuk memakan beragam bahan pangan. Terutama yang berkaitan dengan makanan pokok. Sebagian besar masyarakat kita terpaku pada beras sebagai bahan makanan pokok. Padahal, kian hari ketergantungan negara kita terhadap beras impor (akibat terbatasnya produksi beras nasional) semakin besar. Keluarga yang sadar gizi dapat mengatur menu keseharian dan dapat mensosialisasikan kepada keluarga yang lain dilingkungannya tentang pentingnya makanan bergizi dan seimbang. Memang dengan menurunnya konsumsi beras (yang identik dengan pemenuhan rasa 'kenyang') dapat diartikan telah terjadi pergeseran paradigma dari makan hanya untuk kenyang menjadi makan untuk sehat, antara lain dengan menambah porsi asupan sayur-mayur, buah serta protein. Keluarga sadar gizi akan mengolah makanan yang baik dan menjamin kecukupan gizi bayi dan balita mereka.
Rumah, sebagai tempat bernaung dan berkumpul anggota keluarga, dapat diberdayakan sebagai lahan penyediaan bahan pangan. Sangat banyak jenis sayuran yang mudah perawatannya. Misalnya saja, tomat, cabai, kacang panjang, kacang merah, labu siam, talas, ubi, sawi, singkong, dan lain-lain. Demikian juga dengan buah-buahan, ada pepaya, pisang, rambutan, mangga, nangka, alpokat, dan sebagainya. Bahkan, asalkan ada kemauan, bisa dikatakan bahwa hampir semua jenis sayur dan buah bisa kita tanam sendiri. Belum lagi, dengan tanaman bumbu dapur, seperti lengkuas, kunyit, kencur, jahe, dan sebagainya. Dapat juga dengan menambahkan dengan menanam berbagai jenis tanaman obat seperti lidah buaya, kumis kucing, sambiloto, dan sebgainya. Kalaupun lahannya terbatas, banyak teknik berkebun yang bisa diterapkan untuk mengatasinya, mulai dari sistem tumpang sari, berundak, bersusun, bonsai hingga hidroponik. Di sekitar rumah, juga dapat beternak unggas, misalnya. Selain bisa memperoleh daging dan telurnya, juga dapat memperoleh pupuk alami yang sangat baik bagi kesuburan tanaman. Sementara potongan-potongan sayur, kulit buah yang tidak bisa dikonsumsi bisa dipakai sebagai tambahan pakan ternak. Terjadi sinergi saling menguntungkan. Selain itu di pekarangan rumah juga bisa memelihara ikan. Seandainya saja hal di atas bisa dilaksanakan tentu akan sangat membantu terpenuhi kebutuhan protein keluarga. Apalagi, unggas, telur dan ikan merupakan makanan favorit keluarga.
Bercermin pada peran keluarga tersebut, maka setiap keluarga mempunyai hak untuk memperoleh kecukupan pangan yang merupakan kebutuhan dasar. Kekurangan pangan, busung lapar, dan kurang gizi merupakan persoalan kemiskinan yang semestinya tidak terjadi lagi. Keluargalah yang harus sepenuhnya berperan dalam pengambilan keputusan, dan mendorong untuk terlibat dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam hal mencapai ketahanan pangan keluarganya, daerahnya bahkan untuk negaranya. Betapa besar peran yang dapat 'dimainkan' keluarga dalam upaya membangun ketahanan pangan. Namun demikian, besarnya potensi kelarga tersebut akan tereduksi apabila tidak ada dukungan dari pihak lain, baik dari pemerintah, media, bahkan dari lingkungan terdekat, seperti tetangga dan anggota keluarga itu sendiri. Jadi, berdayakanlah keluarga, agar bisa berperan optimal dalam membangun ketahanan pangan. Pemberdayaan keluarga adalah ujung tombak ketahanan pangan yang optimal. Semoga Bermanfaat dan Selamat Hari Keluarga…..

Di terbitkan di “Harian Pelita” Edisi Selasa 28 Juni 2011, No. 12.020, Tahun XXXVII, halaman 4

Artikel yang berhubungan